Laki-Laki Tangguh itu Dede Daelami

Laki-Laki Tangguh itu Dede Daelami

SUDUT KOTA KEMBANG (Kastanews.com): Sulit untuk melupakan sosok ini. Dia adalah sedikit teman yang aku kenal saat pertama daftar ulang di Kampus Tercinta tahun 1987. Waktu yang sangat panjang. 37 tahun lalu.

Saat daftar ulang, setelah melakukan tes masuk Kampus Tercinta, aku berkenalan dengan tiga orang. Dede Daelami, Dicky Maulidin dan Ipam. Kebetulan, nrp kami berurutan, mungkin karena itu pula yang membuat kami jadi saling kenal. Karena waktu mengantre untuk mengembalikan formulir, kami berbaris depan belakang. Di situlah awal mulanya bertegur sapa.

Dede dan Dicky kebetulan satu kelompok, yakni Kelompok IV. Sedangkan Ipam, sepertinya dia memilih Kelompok I atau II. Ipam mirip Lionel Richie. Tinggi, berambut ikal, dan pesilat Merpati Putih kolat Cijantung.

Setelah saling berkenalan, ngobrol ngalor ngidul, bincang sana sini, rupanya Daelami memiliki saudara di wilayah Cijantung. Ipam kebetulan kos di daerah itu. Kami berempat pun menuju kos Ipam, untuk kemudian mencari saudara Daelami di sekitar kos-kosan Ipam.

Sesampai di kos Ipam, kami kembali ngobrol ngalor ngidul di kamar sambil merokok. Kami berserakan. Ada yang duduk di kasur, di lantai, dan di tempat yang bisa dipakai duduk. Kebetulan namanya kamar kos, jadi memang tidak luas.

Tak lama berselang, kami mencari saudaranya Daelami. Putar sana putar sini, seingatku saudara itu tidak diketemukan. Kembalilah kami ke kosan Ipam. Dan apa yang terjadi. Kamar itu masih mengepulkan asap. Kosan itu tampak berantakan. Pintu kamar sudah terbuka. Seperti dibuka dengan paksa. Barang-barang yang ada di dalam kos, hampir semuanya ada di luar kamar.

“Mas Ipam, tadi dari dalam kamar, keluar asap tebal dari lubang angin jendela. Kayaknya kasurnya kebakaran. Makanya itu pintu saya dobrak. Apinya sudah disiram air,” adu salah seorang tetangga Ipam.

Perkenalan yang mahal. Membakar kamar kos teman yang baru dikenal meski belum genap satu hari.

Waktu berjalan. Aku Daelami dan Dicky kerap bertemu, karena memang jam kuliah selalu bersamaan. Sedangkan Ipam, nyaris tak terdengar kabarnya lagi.

Masa-masa indah mengikuti perkuliahan, rupanya tidak bisa terus dilalui Daelami. Daelami harus bekerja paruh waktu. Menjadi sales produk-produk unilever. Menjajakan sabun mandi hingga pasta gigi. Dari warung ke warung hingga ke luar masuk pasar.

“Orang gak tahu aja, justru di tempat becek itu banyak duitnya,” ujar Daelami suatu ketika.

Pekerjaan, cari uang, rupanya benar-benar membuat Daelami harus meninggalkan kuliahnya. Kerasnya hidup, memaksanya untuk terus bertahan. Hanya sampai di sementer V Daelami benar-benar meninggalkan bangku kuliah. Tapi hidup terus berjalan. Kamipun mulai kurang intens berkomunikasi.

Bukan Daelami kalau tak bisa bangkit. Beberapa waktu kemudian aku juga mendengar dia bekerja di sebuah kantor yang memasarkan produk kecantikan. Bahkan beberapa kali pindah kantor hingga jabatan Manager pernah disandangnya.

Lama tak lagi mendengar kabar, hingga informasi kuterima Daelami tinggal di Bandung. Sudah kembali berumahtangga. Bisnisnya bagus. Rumah Makan Bejo Bebek Jowo, Jagonya Bebek. Yang menggembirakan adalah, rumah makannya di Bandung hingga memiliki delapan outlet.

Covid datang. Bisnisnyapun remuk. Delapan outlet Bebek Jowo harus gulung tikar. Untuk memulainya butuh modal dan pengunjung. Sedangkan waktu masih tetap sombong tidak mau kembali.

“Gue akhirnya kerja di Tangerang. Di pabrik cat. Banyak orang gak tahu aja Dik. Hidup emang harus ikhlas, tapi juga ada perhitungan biar gak kejeblos-jeblos terus,” kisahnya beberapa saat setelah Reunian ’87 digelar.

Tidak sampai satu tahun bekerja di pabrik cat, Daelami memilih untuk membuka toko cat sendiri di Bandung. Jiwa bisnisnya masih tajam. Dari pelanggan cat di tokonya, Daelami bahkan berani membuka percetakan (sablon). Berbekal pengalaman sebagai sales di Unilever, Daelami terus mengembangkan bisnisnya dengan bendera Spektrum Warna Production. Baik toko cat maupun sablon.

“Jadi enak Dik, kalau ada temen-temen yang mau sablon kaos bisa sama gue. Harga cincay lah, yang penting bisa saling bantu. Dari situ kan mudah-mudahan ya, bisa manjang ke temen-temennya temen, ke kantornya temen,” urai Daelami.

Alhamdulillah perlahan tapi pasti, pasar mulai berpihak pada orang-orang tangguh dan berani. Kini Daelami tinggal memanage apa yang sudah dirintisnya. Perlahan tapi pasti. Terus berjuang orang baik dan tangguh.

Pramudya Ananta Tour pernah bilang, menulis adalah bekerja untuk keabadian.  Abadikanlah orang-orang baik dengan tulisanmu. Semoga kebaikan itu akan terus dikenang dan menjadi abadi hingga entah kapan.(*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *