Serat Wasis
JAKARTA (Kastanews.com): Udara Jakarta mulai terasa tak panas. Meski tidak bisa disebut sejuk. Mungkin karena hujan sempet turun satu atau dua hari lalu setelah cuaca direkayasa untuk jadi hujan.
“Menurut kamu kira-kira apa penyebabnya kok ujug-ujug Nowo sama Wowo mau gabung?” tanya Gandrung sambil meletakkan secangkir kopi di atas meja kecil yang habis diseruputnya.
“Pertanyaanmu salah?” selaku
“Salahnya di mana?” tanya Gandrung balik.
“Nowo dan Wowo belum tentu mau gabung. Tapi pasti ada orang-orang disekeliling mereka yang ingin menggabungkan?”
“Iya, begitu maksudku,? Kenapa kok tau-tau ada wacana Nowo dan Wowo gabung atau digabungkan,” tegas Gandrung lagi.
“Apa ya?” jawabku pendek, sambil menyandarkan badanku pada sandaran kursi betawi lalu menyelonjorkan kakiku ke bangku di depannya.
“Boleh jadi rencana menggabungkan Nowo dan Wowo sesungguhnya cermin rasa takut. Atau sedikitnya khawatir,” uraiku.
“Takut? Khawatir? Takut oleh apa?” desak Gandrung.
“Ya takut kalah lah,” jawabku.
“Kok bisa?”
“Ya bisa?”
“Kenapa begitu?”
“Ya karena mereka jelas melihat kelebihan Koalisi Langit.”
“Apa lagi sih? Koalisi Langit itu apa? Koalisinya siapa? Bukannya yang sudah ada baru ada Koalisi Perubahan,?” tandas Gandrung.
“Ya itu. Koalisi Perubahan itu aku lebih suka menyebutnya Koalisi Langit,” jelasku.
“Ya karena pertemuan atau perjodohan mereka atas restu langit.”
“Beuh. Makin gak paham. Kok bisa-bisanya langit kasih restu,” protes Gandrung.
“Cobalah kamu agak sedikit rajin baca lalu, simak dan perhatikan. Beberapa kali Cak Imin itu menjelaskan di berbagai pertemuan, bahkan di saat Koalisi Perubahan melakukan deklarasi, Cak Imin katakan, bahwa berpasangannya Cak Imin sama Anies itu kan setelah mendapat anjuran dan saran dari langit lewat para Kyai yang ditemuinya,” paparku.
“Masa sih?”
“Ngeyel.”
“Bukannya begitu su, tapi apa iya langit ikut-ikutan pilpres,?”
“Nih, Cak Imin sering sekali menyebut-nyebut nama nama kyai seperti – KH. Muhammad Thoifur Mawardi, kyai asal Purworejo, Kiai Thoifur merupakan putra dari KH.R Mawardi, trus Kyai Kholil As’ad dari Situbondo, Jawa Timur. Kyai Kholil itu putra pendiri NU, Kyai As’ad Syamsul Arifin. Malah belakangan ada Kyai yang disebut Cak Imin, Kyai dari Tidore,” uraiku.
“Trus?”
“Indonesia ini negara besar. Manusianya banyak banget. Kekayaannya luar biasa. Urusan pemimpin negara, aku yakini sedikit banyak pasti ada campur tangan Yang Maha Kuasa.”
“Trus?”
“Nah, kyai-kyai itu kan makhluk Tuhan yang lebih banyak berkomunikasi dengan Tuhan. Trus, kalau kyai-kyai yang itu tadi sudah membisikkan pasangannya Cak Imin itu Anies, aku pikir sih, sedikit banyak kamu tahu sendirilah,” ujarku sambil melipat kakiku yang selonjoran sambil mengambil secangkir kopi dan menyeruputnya.
“Maksudmu, bisikan itu dari…? Jangan ngarang ah,”
“Ya terserah kamulah mengartikannya seperti apa. Tapi setidaknya kamu paham, bahwa kyai-kyai itu bukan tanpa dasar membisikkan Cak Imin kalau pasangannya itu Anies.”
“Wah kok lucu ya, ada Koalisi Langit. Artinya itu bisa berkoalisi dengan langit. Kalau memang begitu, siapa dong lawan Koalisi Langit nantinya?” tanya Gandrung mempertegas.
“Bisa Nowo bisa Wowo bisa juga Nowo rangkulan sama Wowo melawan Koalisi Langit. Yang pasti bukan Yono. Udah ah, nyari rokok dulu. Dari tadi ngopi ngobrol gak ada yang diisep jadi asem kayak mukamu,” kataku.
“OOhhh dasar Godril! Nih jempolku boleh diisep kalau doyan.” (*)