JAKARTA (Kastanews.com)- Pakar Tata Hukum Negara, Jimly Asshiddiqie menuturkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan soal batas usia capres cawapres relevannya diimplementasikan di Pemilu 2029. Putusan yang dimaksud yakni perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan, Almas Tsaqibbirru Re A.
Anak dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman ini meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Kata Jimly, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden harus tersinkronisasi dengan putusan tersebut. Sementara, PKPU tersebut telah diterbitkan. Artinya, KPU harus mengubahnya kembali apabila ingin diterapkan pada Pilpres 2024.
“Sesudah putusan MK kan ada perubahan PKPU dulu, nah masih sempat enggak KPU mengubah? Karena waktunya sudah pendek sekali,” kata Jimly kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (17/10/2023).
Mantan Ketua MK periode 2003-2008 ini lantas mengibaratkan Pemilu dengan pertandingan sepak bola. Di mana para punggawa yang sudah turun ke lapangan dan bermain, namun tiba-tiba ada peraturan yang dikeluarkan FIFA. Hal ini pun menyebabkan kegaduhan.
“Pemilu ini sudah jalan, pendaftaran partai sudah, memang pendaftaran capres cawapres belum, tapi partai pengusung yang sudah disahkan, yang sudah memenuhi syarat sudah disahkan. Jadi tahapan Pemilu ini sudah disahkan,” ucapnya.
“Aturan baru ini kan enggak benar ya, maka aturan baru itu harus diberlakukan yang akan datang bukan pertandingan sekarang. Nah kalau Pemilu pertandingan selanjutnya ya 2029, mestinya kayak gitu,” sambung Jimly.
Diketahui, berdasarkan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 pendaftaran capres cawapres berlangsung pada 19-25 Oktober 2023. Artinya, KPU hanya punya waktu tiga hari saja untuk bisa mengubah peraturan tersebut, terhitung sejak putusan MK dibacakan.
Dalam PKPU Pasal 13 tentang Persyaratan Calon di Ayat 1 poin Q juga menyebutkan, syarat capres dan cawapres minimal berusia 40 tahun. Kata Jimly, untuk mengubah peraturan itu, KPU diwajibkan berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Meski begitu, kata dia konsultasi itu tidak mengikat.
Artinya, KPU tidak wajib mengikuti pendapat DPR. Namun dalam praktiknya KPU segan bila tidak mengikuti pendapat DPR secara mayoritas. Hal ini membuat independensi KPU dipertanyakan. “Sanggup enggak mereka (KPU) mengikuti putusan MK itu dengan mengubah PKPU mengabaikan pendapat-pendapat DPR,” ucapnya.
Apalagi menurut Jimly, banyak fraksi yang geram dengan putusan tersebut. Yakni fraksi parlemen yang berkoalisi dengan partai pendukung capres. Di antaranya, PDIP, PPP, Nasdem, PKB, PKS, dan Demokrat.
“Kalau dikumpulkan dua kubu. Kubu AMIN (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) yakni Nasdem, PKB, PKS Ini pada marah semua ini sekarang dengan putusan MK itu. Nah kubu kedua, PDIP plus PPP juga marah dengan putusan MK ini dan jumlahnya dua kubu ini sudah 54 persen,” jelas Jimly.
Dia mengatakan, kalau KPU mengabaikan tahapan untuk mengubah PKPU akan menimbulkan masalah. Misalnya, PKPU bertentangan dengan putusan MK. “Untuk menilai karena putusan MK itu sama dengan undang-undang, maka untuk menilai apakah PKPU itu bertentangan atau tidak bertentangan dengan UU itu harus dinilai dengan MA, Judical Riview ke Mahkamah Agung (MA),” ungkapnya.
Kemudian, apabila PKPU tersebut tidak diubah namun terjadi Pilpres juga akan menimbulkan perselisihan. Yakni perselisihan hasil Pilpres. “Nanti perselisihan hasil Pilpres itu kan dibawa ke MK. Nanti MK akan menjadikan putusannya terdahulu sebagai putusan. Bisa saja, capres yang menang tapi tidak memenuhi syarat menurut Putusan MK. Dibatalkanlah oleh MK keterpilihannya, jadi kemungkinannya masih banyak,” jelas Jimly.
Oleh sebab itu, dia meminta Pemerintah memperhatikan stabilitas sistem aturan. Kata Jimly, menata negara dan bangsa sebagai satu kesatuan membutuhkan sistem tersebut. Hal inilah yang seharusnya dipikirkan oleh para hakim konstitusi sebagai negarawan.
“Supaya dia tidak bertindak di atas kepentingan permainan hidup yang pragmatis sektoral. Tapi dia memikirkan bangsa, maka stabilitas sistem politik, stabilitas sistem norma hukum yang berkeadilan,” ucapnya.
Diketahui, MK mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Almas itu karena dinilai beralasan menurut hukum pada Senin, (16/10/2023). Dalam pertimbangannya pun, MK menegaskan, putusan itu berlaku pada Pilpres 2024. Uji materiil yang diajukan oleh Almas itu satu-satunya yang dikabulkan oleh MK.
Di mana dari tujuh putusan uji materiil terkait batas usia capres cawapres, tiga di antaranya ditolak MK, dua tidak diterima, satu ditarik kembali dan satu dikabulkan. Berikut daftarnya:
1. Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun. (Ditolak)
2. Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Garuda. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. (Ditolak)
3. Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. (Ditolak)
4. Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. (Diterima)
5. Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Arkaan Wahyu Re A sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 21 tahun. (Tidak diterima)
6. Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Melisa Mylitiachristi Tarandung sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun. (Tidak diterima)
7. Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Soefianto Soetono dan Imam Hermanda. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 30 tahun. (Ditarik kembali)
Sementara itu, KPU memastikan akan mengubah PKPU tersebut. Adapun peraturan yang diubah utamanya pada Pasal 13 Ayat (1) huruf q PKPU Nomor 19 Tahun 2023.
Pasal itu berbunyi persyaratan terkait ‘berusia paling rendah 40 tahun.’ “Pasal 13 Ayat (1) huruf q Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 akan dilakukan perubahan berdasarkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” ucap Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik saat dikonfirmasi, Senin (16/10/2023).
Idham menyebutkan, perubahan itu akan disesuaikan dengan putusan yang telah dibacakan MK. Artinya, frasa ‘berusia paling rendah 40 tahun’ akan ditambahkan menjadi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.(rah)