JAKARTA (Kastanews.com)- Pembangunan pendidikan nasional selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo menarik untuk ditinjau. Selama 10 tahun terakhir, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami tren peningkatan dari 68,90 pada tahun 2014 menjadi 73,55.
Adapun angka Harapan Lama Sekolah anak usia 7 tahun ke atas meningkat dari 12,55 pada tahun 2015 menjadi 13,15 pada tahun 2023. Hal ini dipaparkan pada Forum Merdeka Belajar (FMB9), melalui siaran pers, Rabu (18/9/2024).
Dalam kesempatan ini, Sesjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suharti menjelaskan, dalam meningkatkan akses pendidikan di daerah 3T dan mencapai angka Harapan Lama Sekolah.
“Kemendikbudristek menggunakan Harapan Lama Sekolah untuk menghitung berapa lama anak usia 7 tahun yang masuk sekolah sekarang berada dalam sistem, dan sekarang posisi tersebut sudah mencapai 13,1 tahun dan melebihi target 12 tahun,” jelas Suharti.
Beragam upaya Kemendikbudristek untuk mencapai angka Harapan Lama Sekolah anak tersebut adalah melalui program Afirmasi Pendidikan Profesi Guru (PPG), Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), dan Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM). Bahkan, program Kampus Mengajar juga turut dilibatkan untuk membantu guru-guru di daerah 3T.
“Adik-adik mahasiswa membantu guru mengajar dan sekaligus menginspirasi peserta didik di sana untuk terus meraih masa depan yang cerah,” kata Suharti.
Sesjen Suharti menambahkan, dampak positif dari Merdeka Belajar kini mulai terlihat dengan penerapan Kurikulum Merdeka. Sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam tiga tahun terakhir terbukti jauh lebih baik hasil capaian literasi dan numerasinya dibandingkan dengan sekolah yang baru satu atau dua tahun dan sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka.
Selain berfokus pada peningkatan kualitas, Kemendikbudristek juga berfokus pada pemerataan akses. Salah upaya yang telah dilakukan adalah dengan menyalurkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi.
“Tentunya hal ini bertujuan untuk menahan anak-anak Indonesia putus sekolah dan menurunkan disparitas antara kelompok termiskin dengan kelompok terkaya,” tuturnya.
Selain itu, sebagai bentuk upaya percepatan pemerataan pendidikan, Kemendikbudristek juga telah menyesuaikan satuan biaya Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
“Satuan biaya antara daerah perkotaan dengan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T, berbeda dengan yang ada di Jakarta atau di Surabaya. Tidak lagi sama rata untuk seluruh wilayah Indonesia,” pungkasnya.(rah)