JAKARTA (Kastanews.com): Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel, mengapresiasi gagasan Jalur Sutera Baru yang tahun ini memasuki tahun ke-10.
“Bagi Indonesia ini merupakan tantangan dan peluang baru. Indonesia menyambut baik. Namun Indonesia ingin agar program ini memiliki misi untuk maju bersama dan makmur bersama,” ungkap Gobel, Jumat (13/10).
Gobel menyampaikan itu saat memberikan sambutan pada Seminar Satu Dekade One Belt One Road (OBOR) yang diadakan Lembaga Pendidikan Tinggi PWNU DKI Jakarta. Acara itu dihadiri Ketua Tanfidziyah PWNU DKI Jakarta KH Syamsul Maarif, Rais Syuriah PWNU, anggota DPRI Charles Meikyansah dan M Farhan.
Program OBOR diluncurkan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 2013, bahkan disampaikan langsung juga saat berpidato di DPR RI. OBOR yang kini berubah menjadi Belt and Road Initiative itu lebih dikenal sebagai Jalur Sutera Baru. Ada dua jalur, darat dan laut. Darat melewati Asia Tengah, Timur Tengah, dan Eropa. Sedangkan jalur laut melewati Asia Tenggara, Asia Selatan, Eropa, dan Afrika.
Dalam kesempatan tersebut Gobel mengatakan, ada banyak kesamaan dan kedekatan nilai-nilai Asia antara Tiongkok dan Indonesia. Hal ini, katanya, diharapkan tidak mengulang hubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa Eropa dan Amerika yang eksploitatif.
“Kita ingin sesuatu yang baru, yang memberikan keuntungan pada dua pihak,” tegas Legislator NasDem dari Gorontalo itu.
Bangsa-bangsa Asia, kata Gobel, sangat menekankan pertautan hati, harmoni, keselarasan, kedamaian, dan kemakmuran bersama.
“Karena itu, kita harus memulai dengan mutual trust, lalu berlanjut ke mutual respect, dan akhirnya mutual benefit,” katanya.
Inisiatif Tiongkok yang berwajah ekonomi itu, kata Gobel, merupakan pertanda positif bagi terjalinnya ikatan heart to heart relationship, bukan semata pocket to pocket relationship.
“Kalau pocket to pocket saja tak ada pertautan hati, yang ada hanya benefit,” katanya.
Bangsa-bangsa Timur, kata Ketua DPW Partai NasDem Gorontalo itu, tak melulu mengandalkan rasionalitas dalam menjalin hubungan, tapi juga keterlibatan rasa.
“Karena kita punya hati, karena kita bertenggang rasa, karena kita paham bahwa semua pihak butuh hidup dan ingin makmur. Saat Indonesia menginisiasi Konferensi Asia Afrika sama sekali tak menimbang keuntungan. Langkah itu dibuat semata merupakan amanat konstitusi bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa terbebas dari kemiskinan dan kesengsaraan juga merupakan hak segala manusia,” katanya.
Pada 2013, kata Gobel, ketika kali pertama Tiongkok meluncurkan program OBOR, investasi Tiongkok di Indonesia hanya US$297 juta dan menempati peringkat ke-12 investor terbesar di Indonesia. Kini, hingga Juni 2023, investasi Tiongkok sudah US$3,8 miliar. Investasi Tiongkok menempati peringkat kedua setelah Singapura. Ada sejumlah proyek besar Tiongkok di Indonesia seperti pembangunan smelter di Sulawesi dan Maluku Utara, juga pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.(rls/*)