JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Mediasi terkait gugatan perdata ijazah SMA pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang seharusnya digelar hari ini ditunda hingga pekan depan. Sebab, masing-masing pihak tergugat hadir hanya diwakili kuasa hukumnya.
Pihak penggugat Subhan menjelaskan, selama di ruang mediasi hari ini, dirinya diminta untuk membuat proposal perdamaian oleh hakim mediator.
“Penggugat diminta untuk membuat proposal perdamaian,” kata Subhan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Saat disinggung terkait potensi berdamai, Subhan menyinggung hanya ada satu cara untuk damai, yakni Gibran mundur dari jabatannya.
“Gini, saya berkali-kali menyatakan karena ini adalah cacat bawaan bagaimana saya bisa damai. Bukan saya yang damai, maka dia (Gibran) yang harus berdamai. Satu-satunya jalan, mundur,” ujarnya.
Dia mengatakan, pendidikan adalah syarat subjektif. “Jadi melekat. Kalau itu nanti bisa diselesaikan dengan cara apa? Ya sekolah lagi, kan gitu kan. Nah itu terlanjur, menurut saya pendidikannya enggak cukup. Undang-undangnya itu enggak cukup memenuhi itu,” tuturnya.
Sebagai informasi, Subhan mempersoalkan persyaratan ijazah Gibran ketika mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres). Menurutnya ijazah Gibran dari luar negeri tak memenuhi persyaratan sebagai cawapres.
Dia menyoroti aturan persyaratan peserta pilpres dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (1) jo PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 13 huruf (r).
Dalam pasal 13 huruf (r) dijelaskan bahwa syarat menjadi peserta pilpres, ‘berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat’.
Dengan landasan pasal di atas, dia merasa Gibran tak memiliki bukti ijazah SMA yang dipersyaratkan sebagai cawapres. Berikut petitum lengkap dalam gugatan yang dimaksud:
1. Mengabulkan gugatan dari penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan tergugat I dan tergugat II bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan segala akibatnya.
3. Menyatakan tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
4. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp125.000.010.000.000 dan disetorkan ke kas negara.
5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari para tergugat.
6. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan putusan pengadilan ini.
7. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.