PAMULANG (Kastanews.com): Mungkin kita akan dibuat kaget kalau cuma melihat foto di atas. Tapi itulah ulah teman kita, Edi ‘Bongkrek’ Santosa. Sudah cukup lama dia menuliskan tanggal kelahirannya, tapi belum tertulis tanggal kematian di batu nisannya.
Nama Edi Santosa atau Edi Bongkrek di kampus LA32 mungkin tidak sepopuler Eko Suprihanto apalagi Joko Dolok. Apalagi Sofia Ranti. Tapi bagi gue, dia bukan lagi sekedar teman biasa. Mungkin sudah menjadi Karib.
Edi Bongkrek mungkin bukan teman yang memiliki histori panjang kali lebar selama kuliah di Kampus Tercinta. Perkenalan dengannya biasa-biasa saja. Nyaris tanpa kisah yang layak untuk diceritakan. Yang gue tahu, dia sempat kos bareng boturan (alm.), Obet, Rizal bulu (alm.), dan beberapa kawan lain di rumah kontrakan Haji Goni. Rumah kos itu yang akhirnya gue barengan teman lain yang menggantikannya. Setelah pindah dari kontrakan Haji Goni, gak tahu lagi Bongkrek ngekos di mana.
Agak intens mengenal Edi Bongkrek mungkin ketika kampus lagi rame soal demo terkait pelecehan sang rektor. Demo sampai pecah-pecahan kaca dan mahasiswa berhasil menguasai kampus, sedikit banyak mulai mengenal Bongkrek. Bahkan kami sempat demo ke kopertis wilayah III di kawasan Jakarta Timur.
Dari urusan demo-demoan itu gue makin tahu, Bongkrek memang bernyali. Termasuk ketika salaman sama dosen bahasa Inggris. Tangannya salaman tapi kakinya nginjek kaki dosennya. Dan lulus lah matakuliah bahasa Inggris itu.
Selepas dari tragedi Kampus Tercinta itu, hanya secuil cerita yang singgah diingatan. Waktu itu gue kos di pinggir rel, di sebrang Kos-kosan Putri Duyung. Saat malam nyaris larut. Bongkrek bareng Yacobus Ambong, tau-tau muncul sambil berangkulan dan ketawa-ketawan cekikikan. Merekapun berdua masuk kamar gue. Dan apa yang terjadi, tau tau hooeeekkk.. Bongkrek muntah. Mabok rupanya.
Percuma marah sama orang yang kesadarannya tinggal beberapa persen. Muntahan itupun gue bersihkan dari kamar gue. Yacobus Ambong malam itu gak bisa gue tahan supaya tidur aja di kamar kos. Dia punya disiplin untuk tetap pulang. Jam berapapun itu.
Komunikasi sama Bongkrek naik turun. Kalau lagi ada yang diperlukan, baru ada komunikasi. Jadinya, perkembangan tiap fase hidup pun masing-masing punya jalannya sendiri.
Yang gue tahu, Bongkrek orang yang setia. Orang setia artinya dia orang baik. Saat menceritakan perkawinannya lewat telphone, gue sempet gak bisa percaya.
“Gue tuh bener-bener cuma modal selembar tiker waktu habis nikah dan ngontrak. Ya cuma tiker itu yang kami bawa ke kontrakan,” kisah Bongkrek di suatu kesempatan.
Denger cerita hidup karib seperti itu, rasanya hati gak kuat. Kebetulan di PT CUT (punya Abby Ernest) saat itu lagi cari orang untuk penulis naskah Video Musik Indonesia (Dian Nitami) dan Video Anak Anteve (Agnes Monica). Menurut pengakuan Bongkrek, saat itu dia sudah tinggal di Serang sementara PT CUT di Sahardjo. Jadi dia harus menempuh jarak cukup jauh, Serang-Kampung Melayu-Sahardjo, sementara penghasilan belum stabil. Jadi buat ongkos aja pas-pasan.
Dalam satu waktu, PT CUT bikin acara gethering ke puncak. Tepatnya di Cibodas 1001. Satu hal yang gue saksikan, entah habis Magrib atau Isya’, Bongkrek baca Yasin.
“Bokap gue habis meninggal Dik, gue mau bacain Yasin setiap malam,” ujar Bongkrek saat itu.
Hati gue bergetar. Doa anak saleh yang doanya bisa meringankan dosa-dosa orang tuanya. Respek. Membayangkannya aja gue udah gak sanggup, tapi seorang Bongkrek mampu melakukan dan melampaui itu semua.
Bongkrek yang termasuk dalam katagori ‘lolos kuliah’, makanya dia menekankan sama anaknya, Tenggar dan Galih, kudu bener-bener kuliah. Alhamdulillah Tenggar sudah selesai S2. Sedangkan adiknya, Galih, saat ini sudah Semester VI Jurusan Teknik Kimia di Universitas Negeri Sultan Tirtayasa. Karena bukan orang tua yang kaya raya, Galih harus jadi Asisten Lab buat nambah uang jajannya sendiri.
Setelah dari PT. CUT Bongkrek diajak Erwin gabung di Harian Sinar Pagi di Jalan Fatmawati, dan kemudian pindah liputan di serang. Erwin kemudian pindah ke Trans Tv bareng Dayat, dan Bongkrek disuruh ikut jadi kontributor Trans TV untuk wilayah Banten minus Tangerang.
Waktu terus berjalan. Lupa lagi apa yang kemudian terjadi. Tapi dalam lintasan ingatan, waktu gue tinggal di Kalibata, Bongkrek sempet membantu gue mencarikan pembantu rumah tangga. ART itu Hanya bertahan tiga hari. Rupanya, itu pembantu membayangkan kerja di rumah gedong. Tapi kenyataannya rumah yang gue tinggalin cuma sepetak. Tapi upaya yang Bongkrek untuk membantu gue, bener-bener harus diacungin jempol. Keikhlasannya, ketulusannya, bener-bener membuktikan dia orang baik.
Komunikasi sama Bongkrek naik turun. Kalau lagi ada yang diperlukan, baru ada komunikasi. Jadinya, perkembangan tiap fase hidup pun masing-masing punya jalannya sendiri.
Waktu masih aktif di Metro TV, kalau pas liputan ke Pelabuhan Merah atau ada syuting di kawasan Serang, gue pasti telphone Bongkrek. Dan dengan senang hati, dia pasti akan menyambut dengan tangan terbuka. Kalau gak salah saat itu dia lagi jadi kontributor Trans TV untuk kawasan Serang dan sekitarnya.
Saat Joko Dolok membuat group WA khusus untuk mereka yang pernah kos di Kos Subur, Bongkrek diinvite. Dalam salah satu postingannya, dia mengirim batu nisa bertuliskan namanya. Lengkap dengan tanggal lahir. Yang belum terisi hanya tanggal kematiannya.
“Kita mesti cari ‘sangu’ (bekal) untuk mencapai tujuan hidup, yaitu kematian. Makanya gue udah nyiapin nisan ini yang nanti akan ditempel di sana,” ungkapnya ringan.
Alhamdulillah, Bongkrek bahkan sudah menunaikan ibadah haji di tahun 2013. “Tapi bukan karena gue kaya, tapi haji atas biaya negara,” kilahnya.
Gue suka tertegun dengan apa yang disampaikannya. Anak muda yang sempat ngalami culture shock saat hidup di Jakarta, ternyata benar-benar punya basic iman yang teguh. Bahwa seluruh yang hidup pada saatnya akan mati juga.(*)