Direksi BUMN Dipastikan Tak Kebal Hukum saat Terlibat Tindak Pidana Korupsi

Direksi BUMN Dipastikan Tak Kebal Hukum saat Terlibat Tindak Pidana Korupsi

JAKARTA (Kastanews.com)– Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, termasuk direksi BUMN, tetap harus menjalani proses hukum meskipun mereka bukan merupakan penyelenggara negara.

Hal ini disampaikan Erick menanggapi wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terancam tidak memiliki wewenang untuk menangkap dan memproses hukum direksi BUMN, setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN mulai berlaku pada 24 Februari 2025.

“Kalau korupsi, ya korupsi. Nggak ada hubungannya dengan penyelenggara negara atau bukan penyelenggara negara. Itu kan jelas,” ujar Erick, dikutip dari Antara, di Jakarta, Senin (5/5/2025).

Saat ini, Kementerian BUMN bersama KPK dan pihak kejaksaan tengah duduk bersama untuk membahas pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN.

Lebih lanjut, Kementerian BUMN juga memberikan tugas baru kepada para direksi untuk melakukan pengawasan dan investigasi terhadap korporasi.

“Sekarang, Kementerian BUMN salah satu tugasnya itu pengawasan dan investigasi juga. Karena itu di SOTK (struktur organisasi dan tata kelola) yang terbaru, nanti deputi BUMN akan bertambah dari tiga menjadi lima. Salah satu fungsinya tadi, menangkap korupsi. Itu yang kita tidak punya ekspertis,” katanya.

Dalam UU BUMN Nomor 1 Tahun 2025, terdapat Pasal 9G yang berbunyi: “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

Di sisi lain, salah satu objek yang ditindak oleh KPK adalah penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, KPK menyatakan akan mengkaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), khususnya terkait substansi bahwa direksi maupun komisaris dalam regulasi itu bukan merupakan penyelenggara negara.

“Perlu ada kajian, baik dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan, untuk melihat sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan oleh KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/5).

Tessa menjelaskan bahwa kajian tersebut diperlukan mengingat komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan untuk meminimalkan, bahkan menghilangkan, kebocoran anggaran.

Selain itu, kata dia, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *