Jakarta (Kastanews.com)- Timnas Indonesia di bawah komando Shin Tae-yong akan menghadapi tantangan berat dalam Piala AFF 2024, yang digelar mulai 8 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025.
Mengandalkan mayoritas pemain muda dengan rata-rata usia di bawah 22 tahun, skuad Garuda mencoba mencetak sejarah dengan ambisi membawa pulang gelar juara untuk pertama kalinya.
Namun, langkah ini memunculkan berbagai pertanyaan, apakah generasi muda ini siap menjawab ekspektasi besar masyarakat Indonesia? Pelatih Shin Tae-yong mengambil langkah berani dengan menurunkan skuad yang didominasi pemain Timnas U-22.
Dari 33 nama yang dipanggil, hanya sedikit pemain senior yang disertakan. Asnawi Mangkualam, dengan usia 25 tahun, menjadi pemain tertua dalam skuad, sementara Arkhan Kaka menjadi pemain termuda dengan usia 17 tahun. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari program regenerasi jangka panjang sepak bola Indonesia.
Shin menyebutkan bahwa dukungan publik menjadi sangat penting untuk mendongkrak kepercayaan diri skuad muda ini. “Ayo dukung pemain muda kita agar bisa memberikan yang terbaik di kompetisi ini,” tulis Shin melalui akun Instagram pribadinya.
Meski mengakui keberanian Shin Tae-yong, pengamat sepak bola Akmal Marhali menilai bahwa strategi ini sangat berisiko. “Rata-rata usia Timnas Indonesia adalah 20,5 tahun, termuda dari semua peserta. Ini berisiko karena Piala AFF adalah turnamen senior. Sebagian besar pemain kita belum punya pengalaman di level timnas senior,” ujar Akmal.
Timnas Indonesia tergabung di Grup B, bersama Vietnam, Filipina, Myanmar, dan Laos. Laga perdana akan digelar pada 9 Desember 2024 melawan Myanmar. Meski Myanmar dan Laos dianggap lawan yang relatif lebih ringan, pertandingan melawan Vietnam akan menjadi ujian sejati bagi skuad muda Indonesia.
Timnas Vietnam, yang dikenal sebagai salah satu raksasa Asia Tenggara, dipastikan membawa tim terbaik mereka. Situasi ini semakin mempertegas tantangan bagi Timnas Indonesia, terutama dengan absennya beberapa pemain kunci seperti Justin Hubner, Ivar Jenner, dan Rafael Struick, yang tidak dilepas oleh klubnya.
Selain itu, cedera yang menimpa Made Tito dan Dzaky Asraf semakin mempersempit opsi Shin Tae-yong dalam menyusun skuad. Meski demikian, Shin tetap optimis bahwa para pemain yang tersisa memiliki kemampuan untuk bersaing. Meski dianggap sebagai skuad “hijau,” peluang Timnas Indonesia untuk bersinar tetap ada.
Pengalaman dari turnamen-turnamen sebelumnya, seperti Piala AFF U-22 2019 dan SEA Games 2023, di mana para pemain muda ini sudah menunjukkan performa menjanjikan, menjadi modal penting. “Kekuatan utama tim ini ada pada determinasi tinggi, semangat juang, dan motivasi untuk membuktikan diri,” kata Akmal.
Namun, ia juga menyoroti pentingnya keseimbangan dalam komposisi tim. “Thailand, misalnya, tetap menyelipkan pemain muda, tetapi tulang punggung tim adalah pemain senior yang berpengalaman,” tambahnya.
Beban berat kini ada di pundak para pemain muda. Selain ekspektasi besar dari publik, mereka juga harus menghadapi tekanan dari lawan-lawan yang lebih berpengalaman. Namun, jika mampu melewati fase grup dan terus melangkah hingga final, hal ini bisa menjadi titik balik bagi sepak bola Indonesia.
Langkah Shin Tae-yong untuk fokus pada regenerasi tim bisa menjadi fondasi kuat bagi Timnas Indonesia dalam menghadapi turnamen-turnamen besar di masa depan, seperti Kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun, untuk saat ini, tantangan utama adalah membuktikan bahwa skuad muda ini layak bersaing di level senior.
Dengan dukungan penuh dari masyarakat Indonesia, seperti yang diminta oleh Shin Tae-yong, para pemain muda ini diharapkan bisa menunjukkan potensi terbaik mereka.
Akankah mimpi juara Piala AFF yang sudah dinantikan sejak 1996 akhirnya terwujud di tangan generasi muda? Semua akan terjawab dalam beberapa pekan ke depan. Garuda di Dadaku, Garuda Kebanggaanku!(rah)