JAKARTA (Kastanews.com): Pemerintah Brasil melalui lembaga Federal Public Defender’s Office (FPDO) membuka kemungkinan membawa kasus kematian Juliana Marins ke jalur hukum internasional. FPDO menduga adanya kelalaian dalam penanganan insiden tersebut, dan menyerukan agar Kepolisian Federal Brasil melakukan penyelidikan lebih lanjut.
FPDO, lembaga independen yang setara dengan Komnas HAM di Brasil, menyatakan kemungkinan mengadukan kasus ini ke Inter-American Commission on Human Rights (IACHR) jika ditemukan unsur pelanggaran hak asasi manusia.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa hingga kini pemerintah Indonesia belum menerima nota diplomatik resmi dari Brasil.
“Yang kami terima sejauh ini baru pernyataan dari FPDO, bukan dari otoritas resmi pemerintah Brasil,” ujar Yusril, dikutip dari keterangan persnya.
Pemerintah Indonesia pun membuka kemungkinan untuk melakukan penyelidikan bersama (joint investigation) dengan Brasil agar fakta-fakta bisa terungkap secara transparan dan akuntabel.
Yusril juga menyebut bahwa Indonesia bukan merupakan anggota IACHR sehingga secara yuridis tidak dapat menjadi objek gugatan di forum tersebut.
DPR RI mendorong pemerintah bersikap proaktif menyikapi rencana gugatan hukum dari Brasil. Ketua DPR Puan Maharani menyatakan langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menjamin keamanan wisatawan asing di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Willy Aditya, juga menekankan pentingnya keterbukaan. “Kami mendukung penyelidikan bersama jika memang diperlukan. Kasus ini harus dihadapi secara jujur dan transparan,” ujarnya.
FPDO Brasil sedang mengumpulkan bukti; membuka opsi aduan ke IACHR jika ditemukan pelanggaran.
DPR RI mendorong pemerintah aktif dan terbuka; siap mengawal proses penyelidikan.
Kasus kematian Juliana Marins tak hanya menjadi isu domestik, tapi juga berpotensi masuk ke ranah hukum internasional.
Pemerintah Indonesia menunjukkan sikap terbuka terhadap penyelidikan bersama, sebagai bentuk akuntabilitas dalam tata kelola wisata ekstrem.
Seluruh proses akan dipantau publik dan lembaga legislatif, sementara arah menuju forum internasional akan sangat bergantung pada hasil investigasi bersama dan respons diplomatik kedua negara.(Lungit/*)