JAKARTA 20 Januari 2020: Meski belum bisa dibilang matang dalam dunia politik, namun sosok muda yang satu ini punya potensi besar jika diberi ruang lebih besar. Dia adalah Rian Ernest, lelaki kelahiran Jerman, 24 Oktober 1987 dari pasangan Jörg Cichosz dan almarhum Levi Mulyati Tanudjaja.
Rian menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, tepatnya di bidang Hukum Bisnis. Kemudian ia meneruskan pendidikan di Master Public Administration di Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura, atas beasiswa penuh.
Meski kemarin sempat gagal mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPR RI, kini Rian akan kembali bertarung di pemilihan Walikota Batam dari jalur independen.
Rian melihat, ‘Batam Baru’ membutuhkan segera diselesaikannya permasalahan birokrasi, investasi, dan pengangguran yang masih menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan jika ia nanti diberi kesempatan memimpin Batam.
“Gerakan Batam Baru yang saya usung ini soal mindset dan mentalitas. Perlu ada perubahan mental terutama dalam birokrasi yang ada saat ini,” kata Rian kepada Antara, Minggu (19/1).
Keluhan masyarakat yang ditemuinya selama enam minggu terakhir saat memperkenalkan diri ke masyarakat Batam, masih banyak keluhan terkait pelayanan publik, bahkan sejumlah hal mendasar tidak diterima oleh masyarakat.
“Hal-hal kecil seperti urusan blangko KTP saja jadi bahan permainan birokrasi. Padahal ini ditujukan buat pelayanan masyarakat yang pendapatannya pas-pasan. Kalau urusan kecil saja dipermainkan, bagaimana urusan investasi besar?” kata Rian.
Rian yang sempat mencicipi pendidikan di Jalan Daha itu melihat sistem pelayanan publik yang ada di Batam sekarang juga tidak optimal dalam melayani.
“Buat apa ada gedung atau kanal pelayanan publik, tapi pelayanannya buruk dan ruwet. Kalau soal regulasi dan kemudahan perizinan ini tidak segera dibenahi, investor tentu akan terus lari ke Vietnam, Myanmar, dan Kamboja,” katanya.
Larinya investor dari Batam menurutnya juga memberi pengaruh pada tingkat pengangguran yang terus meningkat, kondisi itu tentu berdampak langsung pada merosotnya perekonomian di kota yang harusnya jadi pusat industri ini.
Lewat Batam Baru, Rian juga menyoroti persoalan lahan dan perumahan yang dianggap liar. Menurutnya, pemerintah kota tidak bisa membiarkan warga dengan KTP asli Batam digusur dengan ganti rugi hanya uang kerahiman.
“Jangan terlalu pro pengusaha. Warga yang terkena penggusuran juga harus mendapatkan pemukiman layak, tidak cukup hanya dengan uang kerahiman saja. Harus ganti untung,” tegas Rian.
Lahan-lahan mangkrak yang biasanya dijadikan praktik landbanking oleh pengusaha nakal juga harus dikembalikan kepada masyarakat. Salah satu visi Rian adalah dengan mengubah lahan mangkrak tersebut menjadi taman ramah anak.
“Ini harus jadi fasilitas publik. Kita manfaatkan sebagai taman rakyat yang ramah anak. Kota pekerja seperti Batam, membutuhkan ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk rekreasi dan fasilitas publik,” kata Rian.
Saat ini, Rian melalui Gerakan Batam Baru sudah berhasil mengumpulkan hampir 20,000 dukungan dan KTP seperti yang tertera dalam laman batambaru.com.
Untuk maju di Pemilihan Walikota Batam 2020, Rian yang menggandeng tokoh Batam Yusiani Gurusinga harus mengumpulkan 49 ribu lembar dukungan beserta KTP hingga 15 Februari 2020 nanti.
“Saya optimistis dan senang setelah melihat antusiasme warga Batam mengirim dukungan. Bola sudah bergulir, gerakan ini juga semakin besar. Saya pribadi sangat optimis bisa menjadi Calon Wali Kota Batam pertama dari jalur independen,” kata Rian. (Ant/Sis)