Atang Irawan: Hakim MK Harus Lebih Hati-hati Putuskan Batas Usia Capres dan Cawapres

Atang Irawan: Hakim MK Harus Lebih Hati-hati Putuskan Batas Usia Capres dan Cawapres

JAKARTA (Kastanews.com): Jadwal pendaftaran Bakal Calon Presiden (Capres) dan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) tinggal menghitung hari (19-26 Oktober 2023), tetapi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) belum mengeluarkan keputusannya.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Hubungan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan menduga jika hakim MK lebih berhati-hati dalam memutuskan perkara batas usia Capres dan Cawapres.

“Mungkin saja MK lebih berhati-hati dalam memutus terkait syarat minimal usia Capres dan Cawapres, karena beririsan dengan politik,” ungkap Atang Irawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (10/10).

Apalagi ini sudah masuk tahapan kontestasi politik yang sebentar lagi sudah masuk pada tahap pendaftaran Capres dan Cawapres.

Meskipun demikian, seharusnya MK tidak perlu memperhatikan aspek politis karena konstitusi sudah jelas bahwa urusan batas usia Capres dan Cawapres merupakan kewenangan pembentuk Undang Undang yang bersifat open legal policy yang secara imperative diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

Bahkan, Atang menegaskan bahwa pengujian batas usia Capres Cawapres bukanlah urusan konstitusionalitas. Jangankan hal-hal yang besifat teknis, hal yang bersifat penting saja tidak diatur dalam konstitusi, karena konstitusi hanya mengatur hal yang berifat pokok dan fundamental, sehingga urusan syarat batas usia diserahkan pada pembentuk Undang Undang.

Menurut Atang, perumus UUD 1945 sangat menyadari bahwa tidak mungkin usia jabatan kenegaraan diatur dalam konstitusi, karena akan menjadi kaku dan tidak dinamis sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan kebangsaan, misalnya saja DPR dan DPD 21 tahun, hakim Agung 45 tahun Komisi Yudisial 40 Tahun, BPK 35 tahun dan lain sebaginya.

Dinamika perkembangan kebangsaan terkait dengan usia jabatan kenegaraan juga terjadi untuk hakim MK yang semula 47 tahun sekarang menjadi 55 tahun, demikian juga dengan syarat Capres dan Cawapres dulu 35 tahun kini menjadi 40 tahun.

Atang meyakini MK tidak akan mengabulkan permohonan tersebut, karena dapat berakibat pada turbulensi konstitusional, bahkan kesesatan berpikir dalam meletakan konstitusi sebagai instrument yang fundamental dalam kehidupan kebangsaan.

Dan ini juga pernah terjadi pada saat MK memutus pengujian system pemilu tertutup dan terbuka lumayan lama, tapi, MK tetap konsisten, karena jelas Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 menyatakan hal tersebut merupakan open legal policy.

“Jika dikabulkan, maka akan menjadi kaku tidak fleksibel. Jika dikabulkan oleh MK, kedepan tidak mungkin diubah syarat batas usia Capres dan Cawapres, kecuali ada perubahan UUD 1945 dan/atau tidak patuh/taat menjalankan putusan MK yang semakin merusak sendi-sendi penghormatan atas derajat konstitusi,” ujar dia.

Sebagai sebuah catatan, jika MK akan menabrak atau mengesampingan open legal policy pembentuk Undang Undang sebagai positif legislation tentunya ada prasyarat, misalnya terjadi diskriminasi, intoleran atau bahkan mengingkari prinsip-prinsip kedaulatan rakyat secara subtantif sebagai sebuah pelanggaran konstitusional.

Misalnya seperti batas usia pimpinan KPK, usia pensiun panitera MK, termasuk usia pensiun jaksa, bahkan usia pernikahan, namun urusan usia Capres dan Cawapres tidak ditemukan pelanggaran secara konstitusional.

Mengenai adanya argumentasi yang menyandarkan pada pemilih saat ini hampir 56 persen usianya dibawah 40 tahun untuk merubah batas usia Capres dan Cawapres sangatlah fatal, karena hal tersbeut tidaklah urgen, karena jika itu yang dijadikan reasoning lantas 5 tahun kedepan pemilih tersebut usianya sudah melebihi 40 tahun.

“Lantas apakah harus diubah kembali oleh putusan MK menyesuaikan dengan pemilih, cara berpikir demikian sangat fatal dan jauh dibawah kewarasan berpikir konsttusional,” katanya.

Memperhatikan keterangan pihak pemerintah dan DPR pada persidangan MK yang kecenderungannya mengamini perubahan batas usia Capres dan Cawapres, maka sebaiknya dilakukan saja melalui skema UU/politik legislasi, karena memang usia jabatan kenegaraan sangat dinamis, termasuk Capres dan Cawapres.

“Bahkan jika menilik sejarah ketatanegaraan, kita pernah memiliki Perdana Menteri yang pertama yaitu Sutan Syahrir usianya 36 tahun diangkat oleh Presiden Soekarno,” pungkas Atang.

Jika menilik batas minimal usia capres dan cawapres tentunya sangat variatif. Lebih dari 45 negara yang syarat minimal usia capres dan cawapres 35 tahun, namun banyak juga sekitar 4 negara yang syarat minimal batas usia capres dan cawapres diatas 40 tahun. Hal ini menunjukan semua negara masing-masing memiliki kebijakan sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan kebangsaannya.(rls/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *