JAKARTA (Kastanews.com) – Elektabilitas calon presiden (capres) yang diperkirakan akan berlaga di Pilpres 2024 masih cukup dinamis. Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan memiliki angka elektabilitas yang secara berurutan masih bisa saling berganti posisi.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Khoirul Umam menilai hasil survei Litbang Kompas yang dirilis terakhir menunjukkan deklarasi Ganjar oleh PDIP ternyata tampak belum menghadirkan efek bola salju. ”Basis dukungannya masih terkonsolidasi di simpul-simpul basis PDIP saja,” urai dia dalam pernyataan tertulis yang dikutip Kamis (25/5/2023).
Berdasarkan data hasil survei Litbang Kompas, Prabowo memimpin dengan elektabilitas 24,5%, disusul Ganjar dengan 22,8%, lalu Anies sebesar 13,6%. Khoirul Umam sepakat bahwa kenaikan dukungan terhadap Prabowo belakangan diperoleh dari jaringan relawan Jokowi. Menurut dia, ini jelas ini mengindikasikan basis pendukung Jokowi terdistribusi secara merata ke Ganjar dan Prabowo.
Sebagian kecil juga mendukung Anies. ”Itulah mengapa, manuver Gibran yang menjadi cermin dari pergerakan Jokowi yang semula tampak condong mendukung Prabowo, direspons cepat PDIP dengan memanggil Gibran, lalu mengadakan agenda makan malam antara Gibran bersama Ganjar,” tutur dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini.
Lalu kenapa elektabilitas Anies terpaut jauh dari Prabowo dan Ganjar? Anies sebenarnya sudah punya modal dari narasi perubahan yang didengungkannya, yaitu dukungan segmen masyarakat yang tidak puas pada pemerintahan saat ini.
Tetapi dia melihat ada dua faktor yang mesti segera dilakukan Anies dan tim untuk mengubah peta elektabilitas. Pertama, belum jelasnya positioning Anies dalam menarasikan konsep perubahan yang dia usung.
”Belakangan Anies sudah mulai menunjukkan sikap kritisnya, seiring dengan posisi Nasdem yang semakin terdesak di pemerintahan. Karena itu, Anies perlu kerja lebih keras dg menjelaskan poin-poin perubahan apa yang membedakannya dari capres lain yang mewakili narasi keberlanjutan,” kata Khoirul Umam.
Faktor kedua, belum terlihat ada keberanian untuk segera mendeklarasikan pendamping atau cawapres. ”Anies tampak menunda-nunda deklarasi untuk menunggu sinyal dari Nasdem. Sementara Nasdem tidak kunjung memberikan sinyal karena menunggu kepastian Golkar untuk bergabung. Menurut sejumlah informasi spekulatif, masuknya Golkar ke koalisi perubahan akan menunggu kepastian proposalnya sebagai cawapres Prabowo diterima atau tidak,” kata dia.(rah)