JAKARTA (Kastanews.com)- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan saat ini seluruh bank umum telah memenuhi ketentuan pemenuhan modal inti sebesar Rp3 triliun. Sebagaimana diketahui, dalam POJK 12 Tahun 2020, bank umum harus memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp3 triliun pada akhir 2022.
“Sampai hari ini ada 26 bank yang sudah memenuhi ketentuan modal inti tersebut, dilakukan penambahan modal pemegang saham, rights issue, atau merger,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Jumpa Pers Awal Tahun OJK, Senin (2/1/2023).
Beberapa bank yang telah memenuhi ketentuan modal inti tersebut di antaranya PT Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI) yang berhasil memenuhi modal inti minimum melalui penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue, di mana BBSI berhasil menghimpun tambahan modal Rp911,3 miliar. Lalu, PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) yang juga menempuh langkah rights issue untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun.
Perseroan menerbitkan sebanyak 616 juta saham baru atau sebesar 18,18% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue. Kemudian, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) juga menggelar aksi korporasi rights issue untuk memenuhi ketentuan modal inti tersebut, juga PT Bank Victoria International Tbk (BVIC).
Di sisi lain, terkait bank yang menempuh langkah merger untuk memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun tersebut, Dian enggan membeberkan nama dua bank tersebut. Pasalnya, proses merger merupakan aksi korporasi dan harus mengikuti prosedur administrasi yang ada. “Ini belum bisa disebut secara eksplisit karena akan berpengaruh terhadap harga saham bank tersebut,” tuturnya.
Sebelumnya, Dian menjelaskan tiga jenis konsekuensi yang akan diterima oleh bank yang tidak dapat memenuhi modal inti tersebut. Pertama, OJK akan melakukan merger ‘paksa’ terhadap bank yang tak mampu memenuhi ketentuan tersebut.
Kedua, OJK juga tengah mempertimbangkan untuk melakukan downgrade pada bank umum yang tidak memenuhi modal inti, menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun yang terburuk adalah meminta likuidasi sukarela oleh bank yang tidak mampu mencapai Rp3 triliun, kalau mereka tidak memilih opsi lain.(rah)