JAKARTA (Kastanews.com)- Penyerang Ekuador, Enner Valencia telah berjanji akan mendonasikan sebagian penghasilannya dari Piala Dunia 2022. Mantan striker West Ham United itu ingin membantu anak-anak melarikan diri dari jalanan paling mematikan di salah satu daerah pelosok Ekuador.
Valencia merupakan sosok penyerang tajam yang dimiliki Skuad La Tricolor-julukan Timnas Ekuador- di Piala Dunia Qatar 2022. Pemain berusia 33 tahun itu jadi salah satu kandidat peraih Sepatu Emas atau top skor.
Dia telah mengemas tiga gol dalam dua penampilan pertamanya di Piala Dunia bersama Ekuador. Menariknya, upayanya untuk meraih kejayaan di Qatar menjadi lebih luar biasa dengan fakta bahwa dia merupakan sosok yang terlahir dari keluarga miskin.
Di mana, pemain Fenerbahce itu lahir dan dibesarkan di Esmeralda, provinsi perbatasan dekat Kolombia yang memiliki tingkat pembunuhan dan salah satu dari 10 tempat paling mematikan di dunia. Bahkan, tingkat pembunuhan saat ini di pelosok Ekuador itu mencapai 64 per 100.000 orang.
Ironisnya, pemerintah Ekuador kini telah meninggalkan daerah itu dan membiarkan orang-orang yang tidak bersalah berjuang sendiri melawan geng narkoba dan kelompok paramiliter yang menguasai jalanan dengan niat mematikan.
Tempat tersebut dikenal secara nasional sebagai tempat yang terlupakan di Ekuador. Valencia telah berjanji untuk menyumbangkan uang tunai yang dia dapatkan dari Piala Dunia 2022 untuk membantu anak-anak melarikan diri dari jalanan paling mematikan di Ekuador itu.
Valencia dicintai di tanah airnya karena tujuannya dan kemurahan hatinya dalam mendanai sejumlah proyek sosial di Esmerelda. Terlebih, untuk membantu anak-anak yang terlantar di pelosok daerah Ekuador itu.
Valencia lahir di kota San Lorenzo, mengalami teror itu secara langsung. Dua tahun lalu, pada hari dia menandatangani kontrak dengan klub Turki Fenerbahce, saudara perempuannya Erci diculik oleh sebuah geng. Saudaranya itu kemudian dibebaskan tetapi tidak pernah terungkap bagaimana kebebasannya diamankan.
Valencia berasal dari latar belakang kemiskinan. Sebagai anak muda pada masa itu, dia membantu ayahnya mencari nafkah sederhana dengan memerah susu sapi. Dia juga harus menghadapi diskriminasi rasial setiap hari karena warisan Afro-Ekuadornya.(rah)