Ananda Gudban: Kualitas Diri Perempuan NTT Harus Terus Tingkatkan

Ananda Gudban: Kualitas Diri Perempuan NTT Harus Terus Tingkatkan

KUPANG (Kastanews.com): Pembangunan di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menekankan pentingnya transformasi birokrasi dan penguatan kebijakan afirmatif untuk mengatasi tantangan serius. NTT masih berkubang dengan masalah rendahnya kualitas SDM perempuan, tingginya angka pernikahan dini dan HIV pada pelajar termasuk minimnya pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas.

Hal tersebut disampaikan Dr.Ya’qud Ananda Gudban saat menjadi pemateri diskusi publik bertajuk ‘Kepemimpinan dan Pembangunan NTT’, di Millenium Hall Kupang, NTT, Jumat (19/12/2025)

Selain Ananda Gudban, diskusi publik tersebut juga menghadirkan sejumlah pembicara berpengaruh dan kompeten yakni:Dr. Pius Rengka, SH., M.Sc; Prof. Dr. David B.W. Pandie., MS; Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si; Silvia Fanggiade dan RD. Dr. Leo Mali, Pr. serta Mantan Gubernur NTT yang kini menjadi Ketua Fraksi Partai  NasDem DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL).

“Pembangunan di NTT yang efektif dan berkelanjutan memerlukan pendekatan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) sebagai landasan strategis, bukan sekadar pelengkap program. Hal ini esensial untuk memastikan semua warga, termasuk kelompok rentan (perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok termarginalkan secara sosial/lokasi), memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan,” papar Nanda, sapaan akrab Ya’qud Ananda Gudban.

Aktivis Perlindungan Anak dan Perempuan itu juga memaparkan apa itu yang disebut dengan GEDSI, Gender Equality, Disability dan Sosial Inclusion.

“Untuk membangun NTT dibutuhkan kesetaraan akses, peran, peluang bagi semua gender. Mau laki-laki atau perempuan harus punya peluang dan ruang yang sama. Kemudian kita harus berani menghilangkan hambatan fisik, sosial, dan kebijakan bagi penyandang disabilitas. Bisa gak kita semua menerima mereka dengan lapang dada? Dan yang terakhir adalah sosial inclusion atau melibatkan kelompok rentan dalam proses pembangunan,” papar Nanda.

Nanda juga menambahkan, saat ini secara nasional peluang sudah terbuka luas untuk perempuan. Ditegaskannya, pengakuan peran perempuan sudah berkembang secara signifikan, didorong oleh pengakuan bahwa kesetaraan gender adalah kunci untuk mencapai SDGs pembangunan berkelanjutan dan inklusif.

“Coba lihat sekarang, kebijakan kuota minimal 30% calon legislatif perempuan jelas membuka ruang bagi representasi perempuan di parlemen. Belum lagi sekarang ini semakin banyak perempuan yang menduduki posisi menteri, kepala daerah, dan pimpinan lembaga negara, yang memungkinkan mereka secara langsung memengaruhi arah pembangunan nasional,” tukasnya.

Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) NTT, tambah Nanda, terus mendorong keterwakilan perempuan hingga 30% di berbagai sektor. Di level legislatif, tokoh seperti Emi Nomleni (Ketua DPRD NTT periode sebelumnya) telah meletakkan fondasi kepemimpinan perempuan yang akomodatif dan inklusif. DPRD NTT periode 2024-2029 sekarang, terdapat 15 perempuan yang terpilih sebagai anggota dewan, termasuk dua perempuan yang menjabat sebagai pimpinan DPRD, dari total 65 anggota.

“Tapi, kepemimpinan di tingkat desa dan akar rumput peran perempuan lebih terlihat nyata di tingkat pemerintahan desa. Berdasarkan data terbaru, terdapat sedikitnya 133 kepala desa perempuan dan 10 lurah perempuan yang aktif memimpin di NTT. Ini luar biasa,” ujarnya.

Host program Podcast Orator itu juga menerangkan bahwa meskipun representasi perempuan meningkat, namun norma budaya patriarki dan praktik kelembagaan yang mendominasi laki-laki masih menjadi hambatan bagi perempuan untuk menduduki posisi strategis.

“Partisipasi politik kelompok inklusif seperti penyandang disabilitas masih menghadapi kendala, di mana suara sah mereka seringkali jauh lebih rendah dibandingkan jumlah pemilih terdaftar karena kurangnya aksesibilitas,” jelas Nanda.

Oleh karena itu, tambah Nanda, pendekatan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) menjadi kata kunci untuk kepemimpinan dan pembangunan di NTT.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *