JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Komisi XI DPR RI , Selasa (30/9/2025), diwarnai perdebatan sengit mengenai realisasi pembayaran subsidi dan kompensasi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi, khususnya PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
Menkeu Purbaya secara tegas membantah klaim dari BUMN bahwa masih ada tunggakan subsidi untuk tahun 2024.
“Saya sudah confirm sama tim kami di sini, 2024 subsidinya sudah dibayar penuh termasuk kompensasinya. Yang terakhir bulan Juni ya, yang untuk Pertamina dan PLN Juni. Jadi harusnya sudah clear Pak itu,” kata Purbaya.
Purbaya mempersilakan BUMN yang merasa belum menerima dana untuk segera menghadap Kemenkeu. “Nanti kalau mereka ada klaim data yang belum dibayar, suruh menghadap saya secepatnya Pak,” tantangnya.
Pernyataan Menkeu langsung diinterupsi oleh Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun yang menyebut bahwa rapat dengan BUMN tadi malam menyajikan data tandingan yang menunjukkan masih adanya tunggakan hingga puluhan triliun rupiah.
“Tadi malam kita rapat sama BUMN itu sampai jam hampir jam 10 malam. Dan datanya itu data terakhir, bahwa mereka masih punya tunggakan. Nah ini harus dibuat clear dulu, jadi mana yang benar ini?” tanya Misbakhun.
Misbakhun merinci temuan data dari salah satu BUMN, PLN yakni kompensasi Kuart al I 2025 (berasal dari beban kuota 2024) yang belum dibayar sebesar Rp27,6 triliun, Diskon listrik yang belum dibayar sekitar Rp13,6 triliun dan Kekurangan subsidi tahun 2024 sebesar Rp3,82 triliun.
Ditekankan olehnya bahwa adanya masalah tata kelola yang berulang terkait skema pembayaran yang disebut biaya kompensasi. Ia menjelaskan bahwa subsidi yang melewati kuota pada tahun berjalan akan menjadi beban kompensasi yang dialokasikan di APBN tahun berikutnya.
“APBN di tahun berjalan harus bertanggung jawab terhadap subsidi di tahun sebelumnya. Dalam bentuk biaya kompensasi,” jelas Misbakhun, seraya meminta Purbaya merumuskan ulang mekanisme ini.
“APBN di tahun berjalan masih menanggung kompensasi dari tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Menkeu Purbaya mengklarifikasi bahwa dana kompensasi sebetulnya dianggarkan di tahun yang sama, namun pembayaran terlambat beberapa bulan karena harus mengikuti prosedur verifikasi dan audit yang melibatkan BPK dan BPKP.
Ia mengakui bahwa keterlambatan pembayaran sering mencapai 4 hingga 5 bulan. Purbaya berjanji akan memperbaiki proses ini secepat mungkin. “Ke depan mungkin akan kita perbaiki itu prosesnya secepat mungkin, sehingga 1 bulan setelah mereka ajukan kita bisa keluarkan uangnya,” janjinya.
Mengenai subsidi tahun berjalan (2025), Purbaya mengakui triwulan pertama dan kedua masih ada yang belum dibayarkan, namun pihaknya memastikan akan disalurkan penuh pada bulan Oktober sesuai prosedur yang berlaku.
Di awal pemaparannya, Menkeu Purbaya menyetujui pandangan Komisi XI bahwa subsidi adalah alat untuk mengatasi ketidaksempurnaan pasar.
“Saya setuju Pak, setuju sekali karena tidak semua anggota masyarakat bisa menikmati kue perekonomian secara merata. Jadi subsidi adalah salah satu alat untuk memastikan mereka juga bisa menikmati kue ekonomi kita yang sedang berkembang,” ujar Purbaya.
Namun Ia juga mewanti-wanti bahwa salah sasaran dalam penyaluran subsidi justru bisa memperburuk ketidaksempurnaan pasar. Oleh karena itu, BUMN diminta lebih berhati-hati dalam menyalurkan subsidi.(rah)