Jelang 41th Elang Gunung

Jelang 41th Elang Gunung

PAMULANG (Kastanews.com): Kisah lama itu akan memasuki 41 tahun pada 28 Oktober 2025 nanti. Setiap kali melihat foto-foto yang sudah mulai menua itu, selalu kembali ingin kukuliti satu per satu wajah wajah itu. Mereka karibku, bahkan terkadang melebihi dari sekedar teman sependakian. Maka, selalu saja ingin kembali kutuang kisah-kisah lama. Agar kisah lawas itu tak mati bersama jasad dan waktu.

Setiap kali menguliti foto-foto lama itu, selalu saja ada aliran darah yang tiba-tiba mengalir deras. Ada degub yang mendadak bertalu. Ada bayang-bayang yang seketika melintas. Namun tetiba, ada dingin yang menyeruak mengusik.

“Itu foto yang momen nyasar, sampe bapak gue ga ngasih lagi jadi pencinta alam gegara kita pulang malam kalau gak salah,” ungkap Muslina Noor atau yang akrab disapa Mut dalam sebuah percakapan di group Exispal 24KJ ’87.

Pemilik kartu anggota Exispal 24KJdengan nomer EG 017 itu lah yang masih menyimpan serpihan kisah lama Elang Gunung. Lulusan SMA 24KJ yang berganti nama menjadi SMA N 82 Jakarta angkatan 1987. Sayangnya, pascapelantikan itu, Mut harus diungsikan sekolahnya ke SMA lain. Orangtuanya seperti tidak lagi memberi kepercayaan. Namun kini, di laman facebooknya, Mut memperlihatkan jiwa petualangannya tidak mati. Dia jelajahi tempat-tempat menarik di dalam dan luar negeri.

Peristiwa pelantikan anggota baru Exispal Angkatan Elang Gunung tercatat di lembaran foto yang tertera itu tertanggal 27-28 Oktober 1984. Jika dihitung per tahun ini, artinya peristiwa tersebut telah berlangsung 41 tahun lalu.

Jarak waktu yang tidak sebentar. Namun upaya untuk mempererat silahturahmi kami tidak putus. Pelantikan yang nyasar menjadi menu yang tidak ada habisnya. Kami harus terbelah menjadi beberapa kelompok. Ada yang sampai di tujuan. Ada yang harus mendaki lebih tinggi lagi karena tidak membaca tanda yang harusnya berbelok malah terus mendaki. Namun ada sekolompok teman yang justru sudah sampai Jakarta dan esoknya bisa sekolah.

“Jadi ternyata, bokap gue tuh sempet mau jemput ke Kawah Ratu, nyusulin. Tapi sepertinya selisipan di tol waktu kita udah balik dari Gunung Salak ke Jakarta,” terang Yudhi dalam perjalanan pulang selepas mengikuti acara Cidahu Trip.

Bukan hanya Yudhi Wastu yang memiliki kisah 41 tahun lalu itu. Masih terlalu banyak serpihan kisah tersebut dari masing-masing mereka yang mengalaminya secara langsung.

Bahkan hingga hari ini, belum ada kisah resmi sebab akibat kenapa kami bisa nyasar dan terbelah menjadi beberapa kelompok. Tapi sudahlah. Biarkan itu menjadi cerita yang terus menarik untuk kembali dikisahkan saat kami bertemu. Bukankah setiap pelaku memiliki kisah dan pengalamannya sendiri-sendiri.

Seperti halnya foto di atas. Saat menyaksikan foto tersebut, Sahro spontan menyebutnya sebagai peristiwa di Malam Jahanam.

“Itu malam gila dik, malam itu kita disiksa habis-habisan,” tulis Sahro dalam perbincangan di group w a.

Tidak semuanya bisa mengerti dan memahami, bahwa penyiksaan itu justru menguatkan mental dan fisik kami. Malam Jahanam itu sesungguhnya fisik kami sedang disiapkan untuk direndam di air kali, karena agar suhu tubuh panas, dan kemudian di air kali yang dingin, maka akan menimbulkan penyesuaian dengan suhu air kali dan membuahkan kehangatan.

Justru kalau malam itu kami tidak disiksa, terutama secara fisik, mungkin pada saat direndam di kali kami akan benar-benar menggigil. Ini terbukti di malam itu, ada dua kelompok yang setelah direndam merasa kedinginan dan satu kelompok lagi merasa hangat dan ketagihan ingin kembali berendam.

Exispal 24KJ memang telah banyak memberikan Elang Gunung pelajaran berharga. Makna berteman, makna perjuangan, makna persahabatan, makna mengatasi berbagai persoalan, serta makna-makna lain yang sulit lagi diurai satu per satu.

Mustawan, salah seorang pemegang kartu anggota Elang Gunung bahkan terus membawa emblem Exispal 24KJ saat dirinya mengunjungi beberapa negara. Dan diakuinya, kunjungan ke beberapa negara tersebut salah satunya juga karena pernah bergabung di Exispal 24KJ.

Endi Sopandi pernah mengungkapkan dalam sebuah kesempatan bahwa salah satu hal yang mampu membentuk dirinya hingga sampai seperti sekarang adalah Exispal 24KJ.

“Exispal itu udah ngebentuk gue seperti sekarang. Gue jadi taft menghadapi hidup,” ungkap Endi penuh semangat.

Bahkan Hendri dan Adrie, hingga hari ini masih menjadi sosok yang terus bergelut dengan dunia out door dan bersinggungan dengan alam. Kalau dulu mendaki Gunung Gede harus memakan waktu enam sampai tujuh jam, Adrie kini cukup tiga sampai empat jam. Bahkan itu dilakukannya dengan berlari. Sekali lagi berlari. Luar biasa.

Begitu juga dengan Sita Cundamani, maskot Elang Gunung. Diusianya yang sudah setengah abad, masih mampu menggapai Rinjani. Sedikitnya ini membuktikan, bukan hanya jiwanya yang sedang bertualang, tetapi juga fisiknya masih mumpuni untuk menjelajah sudut sudut tempat yang merindukan untuk dipijak.

Tentu masih ada sejuta kisah dari Elang Gunung lainnya. Kami seperti kehilangan sosok sosok fenomenal yang keberadaannya tidak diketahui. Sebut misalnya Sukardiono,
Melly, Warsito, atau nama nama lain yang tetiba lenyap tak mudah untuk diingat.

Sebagian dari anggota Elang Gunung, bahkan sudah ada yang “pergi” mendahului kami. Dan kami hanya tinggal menunggu waktu menyusulnya. Entah kapan. Namun kisah Elang Gunung tak boleh pergi. Kisah Elang Gunung harus abadi. Kisah Elang Gunung herus terpatri di jagat ini. Teknologi akan membantunya. Keabadian itu akan tertera di tulisan-tulisan dan foto foto yang terpajang di laman media on line, facebook, handphone, dan sosial media lainnya.

Begitulah Elang Gunung yang tanggal 28 Oktober nanti akan memasuki usianya yang ke 41 tahun. Apakah diusianya yang ke 41 layak untuk diperingati yang kemudian menjadi agenda reguler Elang Gunung?. Akankah kisah-kisah lalu harus terpendam dalam dalam digilas kaki sang waktu yang sombong? Akankah persahabatan itu hanya akan sampai di WhatsApp Group saja? Akankah cerita lalu harus selesai besama tenggelamnya sang mentari.

Atau akankah kisah kisah itu akan kembali hidup dalam pertemuan di alam raya? Atau Kembali menghiasi hari hari sebagai penyemangat sisa hidup yang akan dijalani. Mungkinkah kita bisa menyisihkan waktu untuk mengurai kembali kisah kisah itu dalam dekapan sang malam nan dingin.

Karibku, yang telah mengisi hari-hari dengan tawa dan canda bahkan tangis. Sudikah jika 28 Oktober nanti kita kembali bertemu? Sekedar untuk berbagi cerita. Mengulang kembali kisah lama agar kisah itu tak ikut menua bersama kita.

Karibku, terima kasih telah meluangkan hari hari mu bersamaku. Menjalani hidup yang tak mudah, yang telah membangkitkan gairah untuk menorehkan kisah lalu. Semoga menjadi abadi. (diks/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *