Kenaikan Tarif Pajak Diklaim Tak Terjadi di 2026

Kenaikan Tarif Pajak Diklaim Tak Terjadi di 2026

JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak akan ada kenaikan tarif pajak maupun pengenaan jenis pajak baru di 2026. Kebijakan ini diambil meskipun kebutuhan belanja negara diproyeksikan meningkat.

Pemerintah akan lebih memprioritaskan peningkatan kepatuhan wajib pajak dan perbaikan tata kelola sebagai strategi untuk mengerek penerimaan negara.

“Kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak, maka pendapatan negara terus kami tingkatkan tanpa adanya kebijakan-kebijakan baru,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Selasa (2/9).

Menurut dia pemerintah akan berupaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar masyarakat yang berkewajiban membayar pajak dapat melakukannya dengan mudah dan patuh. Sementara itu, kelompok masyarakat yang tidak mampu akan terus mendapatkan dukungan dari negara.

Komitmen ini diwujudkan melalui kebijakan seperti pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pengusaha UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta. Selain itu, untuk omzet di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar pajak final yang dikenakan hanya 0,5 persen.

Pemerintah juga memastikan tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor kesehatan dan pendidikan. Sri Mulyani menegaskan, masyarakat dengan pendapatan di bawah Rp60 juta per tahun juga akan tetap dibebaskan dari pajak.

Terkait dengan postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, dinilai sehat dan berkelanjutan dengan fokus utama mendukung agenda prioritas presiden Prabowo Subianto.

Penyusunan RAPBN 2026 menggunakan sejumlah asumsi makro, di antaranya pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, suku bunga 10 tahun 6,9 persen, serta nilai tukar Rp16.500 per dolar AS. Sementara itu, harga minyak mentah diproyeksikan berada pada level USD70 per barel.

Secara rinci, postur RAPBN 2026 menunjukkan pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun dan belanja negara Rp3.786,5 triliun. Defisit APBN diproyeksikan sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari PDB, sebuah penurunan dari sisi level defisit nominal.

Defisit yang terukur ini bertujuan untuk menstimulasi ekonomi agar tetap tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan tanpa mengorbankan keberlanjutan utang dan pembiayaan negara di masa mendatang.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *