Jakarta (Kastanews.com)- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat angkat bicara soal temuan Pusat pelaporan dan analisi transaksi keuangan (PPATK) terkait 41 ribu anak di Jabar terindikasi bermain judi online.
Berdasarkan temuan PPATK tersebut, transaksi judi online yang dilakukan anak-anak di Jabar mencapai Rp49,8 miliar. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar, Siska Gerfianti mengatakan, jumlah anak di Jabar saat ini mencapai 23,94 persen dari total penduduk 49,86 juta jiwa.
Meski begitu, pihakya tidak mengetahui persis data jumlah anak di Jabar yang bermain judol. Sebab menurutnya, data tersebut hanya dipegang oleh PPATK yang sudah menjalin kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Berkaitan dengan data ini, kami tidak memiliki data langsung. Data tersebut dimiliki oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sehingga diketahuilah data keterlibatan anak (di Jabar) pada judi online,” ucap Siska, Senin (29/7/2024).
Siska menilai, isu keterlibatan anak dengan judi online harus jadi perhatian serius pemerintah dan stakeholder terkait lainnya. Hal itu dikarenakan anak yang terlibat judi online, berpotensi terjerat kasus hukum.
”Kami perlu menelusuri terlebih dahulu akar permasalahannya, apakah luputnya dari pengawasan keluarga atau malah eksploitasi yang dilakukan orang tuanya. Pendekatan untuk masalah ini mulai dari penguatan keluarga, agama, sosial, budaya,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, jumlah anak di Jabar yang terlibat transaksi judol menjadi yang tertinggi di Indonesia, yakni 41 ribu anak.
“Data anak bertransaksi judol berdasarkan provinsi itu Jawa Barat memang paling tinggi, ada 41 ribu anak ya, angka transaksinya Rp49,8 miliar, jumlah transaksinya sampai 459 ribu kali transaksi,” ucap Ivan di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Jumat (26/7).
Sementara itu, untuk kota/kabupaten terbanyak ialah di Jakarta Barat. Dia menambahkan, transaksi anak bermain judi online di Jakbar mencapai Rp9 miliar. ”Kalau dilihat dari kota atau kabupaten yang paling banyak itu adalah kota administratif Jakarta Barat, ada 4.300 anak terpapar ya, angka transaksinya Rp9 miliar sekian, jumlah transaksinya 68 ribu,” ungkapnya.(rah)