JAKARTA (Kastanews.com)- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin meminta orang yang berpandangan bagi-bagi jabatan atas Perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) untuk segera move on.
DPA nantinya akan beranggotakan mantan presiden dan wakil presiden. “Ini harus cepat move on yang mengeluarkan pendapat pikiran seperti ini harus segera move on. Kalau jabatan-jabatan penting itu diserahkan kepada orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, ilmu dan pengalaman yang cukup, kayak Pak Jusuf Kalla, Maruf Amin, Ibu Mega, Jokowi, SBY, bagus sekali itu,” ujar Ngabalin di Kantor MUI Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024).
Dirinya pun sepakat jika Presiden terpilih Prabowo Subianto juga mendukung perubahan UU tersebut. “Muruah (menjaga kehormatan) negara ini akan sangat terhormat karena Prabowo Subianto selaku presiden dan saya yakin seperti itu, beliau menempatkan orang-orang hebat ini untuk mengawal jalannya, memberi nasehat, diminta tidak diminta pertimbangan kepada Presiden Prabowo bagus,” sambungnya.
Diketahui, DPR secara resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (UU Wantimpres) menjadi RUU usul inisiatif DPR. Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-22 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rapat ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus. “Kini tiba saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat apakah rancangan undang-undang usul inisiatif badan legislasi DPR RI tentang perubahan atas undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul DPR RI?” tanya Lodewijk di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
“Setuju,” jawab anggota DPR yang mengikuti Rapat Paripurna.
Namun, rencana DPR merevisi UU Wantimpres menuai polemik. Kritik datang dari Ketua Bidang Penggalangan Milenial dan Gen Z DPP Partai Perindo David V. H Sitorus. Ia menilai perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA bertentangan dengan konstitusi.
“Menurut saya sebenarnya ini sudah bertentangan dengan konstitusi. Kenapa? Bukan pada soal lembaga Dewan Pertimbangannya, tapi pada nama yang disematkan,” kata David saat dihubungi, Rabu (10/7/2024).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah amendemen IV, kata David, secara tegas dan jelas dikatakan, bahwaDPA telah dihapuskan. David pun mengaku sepakat dengan sejumlah pakar hukum yang menilai bahwa usulan perubahan nomenklatur ini seperti ingin menghidupkan kembali zaman Orde Baru.
“Sangat tepat (penilaian seperti itu). Kenapa? Karena Dewan Pertimbangan Agung dulu ada pada masa Orde Baru, yang kemudian dihapus pascareformasi,” ujarnya.(rah)