JAKARTA (Kastanews.com)- Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil masih belum reda. Menurut laporan Kementerian Perindustrian korban PHK mencapai 11 ribu orang akibat lahirnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Reny Yanita mengatakan hal itu disebabkan oleh membanjirnya barang impor masuk ke pasar Indonesia sehingga membuat industri dalam negeri menjadi kalah saing berakibat pada penurunan produksi.
“Memang ada PHK sekitar 11 ribu orang dari 6 perusahaan pasca lahirnya Permendag 8/2024. Ini dikarenakan masalah banjir impor dan berhadapan langsung terhadap industri dalam negeri,” ujar Reny dalam acara media briefing di Kementerian Perindustrian, Senin (8/7/2024).
Lebih rinci, Reny mengungkapkan 6 perusahaan yang melakukan PHK terdiri dari PT S Dupantex, Jawa Tengah melakukan PHK sekitar 700-an orang. PT Alenatex, Jawa Barat melakukan PHK terhadap 700-an orang. PT Kusumahadi Santosa, Jawa Tengah PHK 500 -an orang. Selain itu, ada PT Kusumaputra Santosa di Jawa Tengah melakukan PHK terhadap 400 -an orang.
PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah melakukan PHK terhadap 700 -an orang. Terakhir paling besar terjadi PHK di PT Sai Apparel, Jawa Tengah melakukan PHK sekitar 8.000-an orang. Menurut Reny maraknya PHK massal yang saat ini terjadi di industri tekstil disinyalir akibat lahirnya Permendag 8/2024.
Lewat aturan tersebut, menurutnya membuat utilisasi IKM (Industri Kecil Menengah) turun rata-rata mencapai 70%, hal berdasarkan catatan IPKB (Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya). Selain itu isu yang muncul dengan terbitnya Permendag 8/2024 juga membuat pembatalan kontrak oleh pemberi maklon dan market place, karena pemberi maklon dan market place kembali ke produk impor.
Kemudian hilangnya pasar IKM dan konveksi berimbas ke industri hulunya terutama unutk kain dan benang juga disebabkan oleh lahirnya Permendag tersebut. Isu lainnya, dengan adanya Permendag 8/2024 juga dianggap Kemenperin membuat hilangnya harapan untuk berusaha karena tidak ada kepastian berusaha terutama di industri TPT akibat banjirnya barang impor.(rah)