JAKARTA (Kastanews.com): Dengan bangunan ekonomi Indonesia yang kuat dan kokoh, itu artinya pertahanan nasional otomatis akan kokoh. Sebaliknya bangunan ekonomi yang terancam harus diwaspadai.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat memberikan sambutan di acara kuliah umum sekaligus diskusi publik bertajuk ‘Proyeksi Ekonomi Indonesia Pascapemilu 2024’ di Auditorium Partai NasDem, dengan pemateri kunci Ekonom Raden Pardede, Kamis (30/5)
“Pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilu 2024 tetap dapat mempercepat pembangunan. Jadi kita semuanya berharap pemerintahan baru, dengan seluruh dinamika yang kita lalui, kita kembali pada suatu komitmen, melancarkan, dengan seluruh kemampuan kita, mempercepat progres pembangunan,” jelas Surya Paloh.
Surya juga menegaskan, kepentingan nasional harus di atas segala kepentingan, termasuk kepentingan partai politik.
“Stabilitas nasional itu top prioritas. Kami ajak seluruh komponen bangsa untuk menempatkan bagaimana national interest kita tempatkan di atas kepentingan golongan dan politik,” tegas Surya Paloh.
Raden Pardede dalam penggalan materinya menyebut badai global masih terus berlangsung setelah pandemi mereda. Ekonomi global akhirnya melewati pandemi dengan pengorbanan (biaya fiskal dan jutaan penduduk) yang cukup besar. ‘Kapal Indonesia’ mampu mengarungi badai dengan cukup baik.
Selain itu, badai geopolitik ekonomi teknologi masih terus berlangsung (Ukraina-Rusia, Israel-Hamas-Iran, US-China), badai utang (dan suku bunga tinggi), perubahan iklim (El nino) dapat mengganggu keselamatan setiap kapal yang berlayar.
“Sementara itu, sebagian kapal sudah mulai menua, mesin dan komponen perlu direvitalisasi. Masing-masing kapal harus melakukan respons untuk mencoba menstabilkan kapalnya dan sambil berlayar mencapai tujuannya. Kapal Indonesia yang relatif muda, masih dapat berlayar dengan baik,” terang Pardede.
Dengan kecepatan terakhir sekitar lima (knot per jam) lalu lima persen pertumbuhan ekonomi cukup cepat dibanding dengan dunia sekitar tiga persen, rata-rata negara berkembang di sekitar empat persen.
Kendati demikian, Pardede menggarisbawahi, Indonesia harus tetap waspada.
“Namun, dapat saja mengalami persoalan dan ikut terdampar manakala nakhoda (pembuat kebijakan) ugal-ugalan terlalu populis (dominasi tujuan politik jangka pendek) dan kurang memperhatikan sasaran jangka menengah panjang yang berkesinambungan,” tandas Pardede.(RO/*)