JAKARTA (Kastanews.com)- Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia terus dapat menunjukkan resiliensinya, terlihat dari capaian pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I 2024 sebesar 5,11%.
Adapun pertumbuhan ekonomi tersebut terutama ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN. Capaian pertumbuhan tersebut berdampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran terbuka.
“Kualitas pertumbuhan juga meningkat signifikan tercermin dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi sehingga mampu menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ke level di bawah prapandemi,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Senin (6/5/2024).
“Ke depan APBN akan terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja,” imbuhnya.
Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh masing-masing 4,9% dan 24,3% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat terutama didorong oleh terkendalinya inflasi, meningkatnya aktivitas ekonomi selama Ramadan, kenaikan gaji ASN, dan pemberian THR.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) tumbuh double digit sebesar 19,9% (yoy). Kinerja belanja pegawai dalam APBN yang sangat kuat menjadi salah satu faktor yang mendukung kuatnya pertumbuhan ini, terutama melalui kenaikan gaji ASN dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dengan tunjangan kinerja 100% pada triwulan I 2024.
Pertumbuhan ekonomi yang solid mampu mendorong penciptaan lapangan kerja nasional. Pada Februari 2024, jumlah orang yang bekerja tercatat sebesar 142,18 juta orang, meningkat 3,55 juta dibandingkan Februari 2023 yang sebesar 138,63 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2024 menurun signifikan menjadi 4,82%, dari sebelumnya 5,32% pada Februari 2023, dan sudah berada dibawah TPT periode sebelum pandemi Covid-19 (Februari 2019: 5,01%).
Meski begitu diterangkan ke depan, ada beberapa risiko global yang masih harus dihadapi, di antaranya arah kebijakan FED yang masih penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik berbagai kawasan, serta disrupsi rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih.
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Pemerintah akan terus melakukan monitoring dan asesmen terhadap potensi dampak dari dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pertumbuhan ekonomi,” tutup Sri Mulyani.(rah)