JAKARTA (Kastanews.com)- Wakil Deputi Kinetik Teritorial Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Adian Napitupulu, menyoroti berbagai masalah yang ada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, kesalahan itu tidak bisa ditolerir dan menjadi tanggung jawab KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu 2024.
“Salah ya salah saja, mau jumlahnya 1, 2, 3, 4, 5, 6 ya salah-salah saja, dia tidak menjadi benar ketika jumlahnya sedikit. Bahwa kemudian itu dijadikan sebagai argumentasi untuk memaklumi menurut saya itu persoalan pertanggungjawaban negara terhadap rakyat,” kata Adian dalam dialog spesial ‘Rakyat Bersuara’ di iNews, Selasa (20/2/2024).
Dia juga menyinggung budaya negara luar, ketika seorang pejabat negara yang melakukan kesalahan dengan rasa malu langsung mengundurkan diri dari kursi jabatannya. Namun di Indonesia menurutnya, terus mentoleransi kesalahan dengan melihat seberapa banyak kesalahan itu dilakukan.
Jika terdapat kesalahan satu atau dua kali dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal dia menegaskan, jika sesuatu yang salah hal tersebut tidak bisa diubah menjadi benar. “Ini yang membuat kemudian apa ya kok kayak begini mental kita bernegara. Kalau di negara lain salah sedikit saja mundur menterinya, salah sedikit saja mundur beberapa pejabat negaranya, hanya kita yang di sini selalu berkompromi dengan angka,” ucapnya.
Kendati demikian, adanya kenaikan suara yang tak sinkron antara Form C hasil dengan data di Sirekap merupakan kejanggalan dalam proses Pemilu 2024. Menurutnya, kenaikan suara di sistem Sirekap merupakan satu dari sekian banyak kejanggalan yang ada. “Ya menurut saya banyak kejanggalan dari awal sampai akhir kok memang. Enggak bisa kita pungkiri. Kalau KPU bilang enggak ada penggelembungan, ya kalau angkanya tambah besar itu namanya apa? Penggelembungan,” ujarnya.
Lantas, Adian pun menyoroti adanya instruksi penghentian rekapitulasi suara manual di tingkat kecamatan oleh KPU pusat. Penghentian itu didasari atas ketidaksinkronan data Form C hasil dengan Sirekap. Baginya, penghentian data rekapitulasi manual itu harus tetap berjalan.
“Loh Sirekap ya Sirekap. Penghitungan manual ya jalan dong. Untuk kepentingan siapa penghitungan manual itu dihentikan? Apa hubungannya dengan ketidaksinkronannya antara data Sirekap dengan hitung manual? Enggak ada hubungannya. Lalu kenapa tidak ada hubungannya kemudian dihentikan?” terang Adian.
“Artinya bahwa proses penghentian itu akan punya dampak loh terhadap angka-angka, terhadap proses kecurangan yang mungkin terjadi. Orang tahu, bahwa semakin lama proses hitung itu berjalan, semakin besar kecurangannya,” tutupnya.(rah)