JAKARTA (Kastanews.com)- Komika Pandji Pragiwaksono mengaku resah mendengar pernyataan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) soal presiden boleh berkampanye dan memihak asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. Keresahannya itu disampaikan dalam video terbuka untuk Presiden Joko Widodo yang diunggah di kanal YouTube Pandji Pragiwaksono , Kamis (25/1/2024).
“Bapak mengatakan itu sambil senyum dengan sangat yakin, dengan salah satu paslon (Prabowo Subianto, red) di belakang bapak yang juga ngangguk-ngangguk membenarkan ucapan Bapak. Nah ini letak keresahan saya,” kata Pandji.
Menurut Pandji, Jokowi yakin tidak melanggar apa pun aturan mengucapkan hal tersebut. Selanjutnya, Pandji mengingatkan peristiwa lengsernya Presiden ke-37 Amerika Serikat pada 9 Agustus 1974 karena skandal Watergate. “Kita memang bukan di eranya Richard Nixon ya pak ya,” tuturnya.
Kemudian, dia mengingatkan kalimat kontroversial yang pernah diucapkan Nixon. “When the President does it, that means it’s not illegal, seorang Presiden Amerika Serikat bilang maksud saya kalau presiden yang lakuin itu enggak ilegal, itulah pada akhirnya mengapa Richard Nixon diturunkan. Kita bukan di situ lagi ya pak,” imbuhnya.
Pandji yakin Jokowi tidak akan melanggar hukum atau aturan sebagai presiden. “Yang lebih mungkin adalah, daripada melanggar itu aturan, aturannya diganti dulu. Seperti yang terjadi dengan aturan batas usia seseorang bisa menjadi wakil presiden, hasil MK-nya mengatakan boleh selama pernah jadi kepala daerah,” tuturnya.
Sebelumnya, pihak Istana Kepresidenan buka suara menanggapi banyaknya kritikan terhadap pernyataan Jokowi soal presiden boleh berkampanye dan memihak. “Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024 telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Ari mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi tersebut merespons penjelasan terutama terkait aturan dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden. “Dalam pandangan presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa kampanye pemilu boleh mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, dan juga kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Artinya, presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU,” jelasnya. Ari pun memberikan contoh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga ikut berkampanye untuk memenangkan partai politik masing-masing. “Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke-5 dan ke-6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” jelasnya.(rah)