JAKARTA (Kastanews.com): Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Lisda Hendrajoni, menyoroti masih adanya pungutan di sekolah-sekolah yang memberatkan orangtua siswa.
Lisda menyinggung keberadaan komite sekolah yang bertujuan mengawasi, mengevaluasi, dan memberi masukan kepada sekolah. Namun dalam praktiknya, ada kasus komite sekolah dipaksa untuk menyetujui adanya sumbangan ke sekolah.
“Salah satu SMA di Depok, ini dari ketua komitenya, beliau sudah tiga tahun di sana. Jadi di sana mereka dipaksa, di dorong terus untuk bisa menyetujui pengesahan keputusan menyumbang untuk pembangunan sekolah sebesar Rp3,5 juta,” ungkap Lisda dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, Rabu (13/9).
Menurut Lisda, adanya pungutan itu tidak bisa ditoleransi mengingat negara telah menggratiskan pendidikan hingga jenjang SMA. Terlebih, pemerintah juga telah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun.
“Dalam arti kita ini kan sedang betul-betul ingin menjalankan program pemerintah dengan slogan wajib belajar sembilan tahun dan gratis. Sekolahnya gratis, tapi jika ini dibebankan dengan biaya komite, kan memberatkan,” tandasnya.
Lisda mencontohkan kasus lain yang terjadi di dapilnya Sumatra Barat I (Kabupaten Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Kepulauan Mentawai, Dharmasraya, Solok Selatan, Kota Padang, Kota Solok, Kota Sawahlunto, dan Kota Padangpanjang), ada sekolah yang menahan ijazah peserta didik karena belum membayar uang komite.
“Ini perlu perhatian para menteri beserta jajarannya untuk bisa menindaklanjuti, mengawasi supaya tidak terjadi penyimpangan berupa pungutan-pungutan biaya di sekolah,” imbuhnya.
Lisda mengakui, bahwa dukungan dan sumbangsih masyarakat untuk sekolah memang diperbolehkan. Namun, tidak boleh ada paksaan dan mewajibkan.
“Menurut saya tidak boleh adanya ketentuan yang memaksakan. Tapi kalau misalnya berdasarkan kemampuan, ada yang mampu ada yang tidak, berapa besarannya tanpa paksaan itu silakan saja,” pungkasnya. (rls/*)