JAKARTA, 26 Desember 2019: Sekitar 165 warga negara Indonesia (WNI) yang ada di berbagai negara terancam hukuman mati karena berbagai kasus. Pemerintah perlu memperbaiki sistem pembebasan WNI yang terancam hukuman mati itu.
Anggota Komisi I DPR Willy Aditya dari Fraksi Partai NasDem menjadikan tuntutan mati terhadap WNI di luar negeri tersebut sebagai catatan khususnya di akhir tahun. Data WNI yang terancam hukuman mati itu bisa bertambah dan berkurang. Namun, kata Willy, berapapun jumlahnya akan dijadikan perhatian khusus yang akan ditindaklanjuti kepada aparat terkait.
“Kita perlu memberi apresiasi kepada pemerintah atas segala upaya untuk membebaskan WNI dari tuntutan hukuman mati. Kasus Siti Aisyah yang menjadi sorotan karena kasus dugaan pembunuhan terhadap keluarga politisi tinggi negara Korea misalnya, ternyata pemerintah mampu membebaskan. Kita harus meyakini pemerintah juga mampu berupaya maksimal untuk membebaskan hukuman mati WNI lainnya,†katanya di Jakarta, Kamis (26/12).
Seperti diketahui, paska pembebasan Siti Aisyah yang terancam hukuman mati karena dituduh membunuh Kim Jong Nam di Malaysia, Maret 2019, masih ada sedikitnya 165 WNI yang menghadapi tuntutan mati di berbagai negara.
Legislator NasDem itu menambahkan dalam kasus-kasus hukum yang dihadapi WNI di luar negeri, memang pemerintah harus berhati-hati. Penghormatan terhadap kedaulatan hukum negara lain perlu menjadi pertimbangan, apalagi negara-negara yang belum memiliki perjanjian kerja sama bilateral dengan Indonesia.
“Membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri memang tricky. Kita perlu cermat melihat budaya hukum negara yang bersangkutan sambil tetap menghormati kedaulatan negara tersebut. Untuk negara-negara dimana kita memiliki perjanjian kerja sama saja, kita tidak bisa semena-mena, apalagi dengan negara yang tidak memiliki perjanjian dengan kita,†katanya.
Namun demikian, katanya, langkah pemerintah untuk membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri masih perlu diperbaiki. Utamanya soal kewenangan dan koordinasi.
“Batas tanggung jawab dan kewenangan sering kali menjadi problem kecepatan dan ketepatan bergerak ketika melakukan upaya pembebasan WNI dari jeratan hukuman mati. Ini menjadi catatan tersendiri yang muncul pada IHPS I Tahun 2018. Maka kita perlu periksa apakah sudah ada langkah perbaikan yang nyata atau belum,†ujarnya.
Politisi NasDem itu menguraikan, WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri harus dilihat dalam bingkai yang lebih komprehensif. Karenanya dia mendesak perbaikan terhadap kondisi tersebut dilakukan di bagian hulu.
“Untuk sampai ke luar negeri itu pencatatan sudah dimulai dari desa/kelurahan, kota, provinsi dan seterusnya. TKI non-documented pun sebenarnya bisa terlacak jika pendataan penduduk sudah benar dan dengan pendekatan yang lebih partisipatif melibatkan masyarakat. Maka itu untuk tindakan preventif, perlu perbaikan juga di sisi dalam negeri. Sehingga langkah pemerintah dalam kasus WNI yang terjerat hukum di luar negeri tidak seperti memadamkan kebakaran,†tegasnya.
Willy berharap pemerintah secara serius memperhatikan potensi-potensi yang dapat membuat WNI terjerat kasus hukum hingga hukuman mati di luar negeri. “Saya di DPR tentu akan berusaha sama keras dengan pemerintah untuk memberi dukungan yang diperlukan,†tegasnya.*