JAKARTA 3 November 2020: Instruksi Presiden Joko Widodo kepada seluruh kementerian/lembaga, BUMN, dan Pemda untuk memprioritaskan penyerapan produk yang memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sampai saat ini tidak berjalan efektif. Produk dalam negeri masih tetap menjadi anak tiri dalam pengadaan barang oleh berbagai instansi maupun BUMN.
Sebagian besar produk dalam negeri terganjal oleh regulasi spesifikasi, patokan harga, dan berbagai aturan yang tak mampu dipenuhi industri nasional dalam waktu singkat. Realita tersebut telah menjadi ironi pada keinginan kuat Presiden Jokowi, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam mengatasi krisis ekonomi yang terpuruk.
Dana ratusan triliun rupiah yang digelontorkan melalui kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulus pemulihan ekonomi melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri, nyaris menguap begitu saja karena kurang didukung aparat terkait.
Demikian benang merah yang disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Indonesia Johnny Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, pengamat industri Jodjana Jodi, Wakil Ketua DPR Koordinator Industri dan Pembangunan Rachmad Gobel, yang dihubungi Minggu (01/11), di Jakarta.
Disengaja atau tidak, ada celah yang dibuat pada aturan pengadaan barang pemerintah dan BUMN dan ini dimanfaatkan pihak tertentu sehingga produk dalam negeri menjadi termaginalkan. Celah tersebut sekaligus memberi jalan mulus dan alasan kuat pemegang kuasa anggaran, dari level eselon III hingga di atasnya, untuk memilih produk impor sebagai pemenang tender berbagai proyek strategis, termasuk infrastruktur jalan, properti, maupun energi.
Masalah laten ini tidak pernah terselesaikan dengan baik hingga sekarang, karena inkonsistensi kebijakan antara pejabat di level atas dengan pelaksana di lapangan.
“Kondisi ini sebetulnya bukan masalah baru. Fakta ini sudah menjadi problem menahun dan telah diketahui secara detail oleh Presiden Jokowi dan para pembantunya. Meski telah ada Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan Penilaian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) maupun Peraturan Presdien No16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang Pemerintah, tetap saja masalah ini tidak mudah diselesaikan dengan baik,†kata Johnny Darmawan.
Sesungguhnya Instruksi Presiden untuk memberi preferensi kepada produk industri dalam negeri dalam pengadaan barang pemerintah dan BUMN, mempunyai tujuan yang sangat mulia agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan.
Namun sayangnya, tujuan tersebut belum tercapai karena preferensi tersebut tidak dijalankan dengan baik. Pelaksana lelang sering membuat spesifikasi tidak sesuai dengan instruksi Presiden. Bahkan spesifikasi yang dibuat, cenderung berpihak kepada produk impor. Tidak jarang terjadi antara instansi dan importir yang menjadi vendor telah membuat kesepakatan jangka panjang, dan ini menutup peluang pelaku industri dalam negeri untuk bisa memenangkan lelang.
Oleh karena itu tidak heran, jika pemasok pengadaan proyek pemerintah ataupun BUMN sudah bisa diketahui sebelum lelang dilakukan. Bahkan tidak jarang, begitu anggaran proyek disetujui, secara tidak resmi pemasoknya sudah ditunjuk.
Menurut Johnny, perlu langkah yang lebih nyata dan tegas dari Presiden Jokowi untuk membenahi sistem pelaksanaan lelang pengadaan barang pemerintah dan BUMN. Jika tidak, tujuan mulia Presiden Jokowi untuk memperkuat industri nasional melalui skema preferensi TKDN menjadi sia-sia. Upaya mengurangi tekanan pada neraca perdagangan akibat membanjirnya produk impor juga tidak akan tercapai, apalagi keinginan Presiden Jokowi untuk membangun dan memperkuat industri subtitusi impor.
Dampak negatif
Senada dengan Johnny, Ketua Apindo Anton J Supit menilai, memang belum ada keseriusan, terutama di level birokrasi sebagai pelaksana di lapangan untuk memberdayakan industri dalam negeri dengan memberi ruang dan pasar yang lebih besar kepada produk nasional melalui pengadaan barang pemerintah dan BUMN.
“Butuh gebrakan nyata Presiden Jokowi untuk memecahkan masalah laten tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan instruksi presiden selama ini hanya akan menjadi kebijakan di atas kertas, dan ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi dan pembangunan Indonesia, khususnya industri unggulan dalam jangka panjang,†kata Anton.
Ia menambahkan, selain menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap produk industri dalam negeri, pemerintah juga harus memberikan arahan maupun roadmap industri yang jelas bagi pengembangan industri nasional untuk jangka waktu lima tahun, 10 tahun, atau 25 tahun ke depan. Termasuk pola pengembangan sumber daya manusia dan jenis investasi berkualitas yang dibutuhkan. Insentif apa yang layak diberikan kepada industri nasional yang pada akhirnya akan menjadi substitusi impor.
“Penguatan industri itu harus dilakukan secara konsisten dan bertahap, karena itu harus disiapkan kebijakan beserta tahapan yang jelas, baik yang terkait dengan kebutuhan SDM yang berdaya saing dalam dalam era industri 4.0 maupun peningkatan produktivitas agar produk yang dihasilkan mampu berkompetisi di pasar dalam negeri maupun global. Konsistensi ini yang tidak ada,†kata Anton.
Apabila tidak ada langkah nyata di era kedua pemerintahan Presiden Jokowi ini, produk industri nasional akan selalu kalah bersaing dengan produk impor seperti dari China, baik dalam sisi harga maupun volume. Mereka sudah memiliki kapitalisasi pasar yang besar dan industrinya kuat. Saat dihadapkan dalam persaingan secara terbuka, produk dalam negeri bisa dipastikan akan kalah. Untuk itulah kebijakan berpihak kepada produk industri dalam negeri sangat dibutuhkan, dan inilah inti dari istruksi presiden mengenai TKDN. Namun sayangnya, instruksi ini belum dilaksanakan secara serius pada tingkat pejabat pelaksana.
Pengamat industri Jodjana Jodi mengakui, roadmap memang sangat penting bagi pengembangan industri agar pelaku usaha mempunyai arah yang jelas. Untuk sebagian industri roadmap itu sudah ada tinggal bagaimana melaksanakannya secara konsiten dengan memperhatikan perkembangan yang ada. Ini penting untuk menjaga agar proses tranformasi menuju industri dalam negeri yang kuat dalam berjalan secara efektif.
“Jadi semuanya harus jelas, rencananya ada, tujuannya ke depan akan kemana dan proses serta tahapannya pun diketahui sejak awal. Inilah pola yang perlu diterapkan dalam kebijakan TKDN agar produk dalam negeri menjadi raja di pasar dalam negeri. Berpihak secara jelas, baik secara politik maupun ekonomi,†tegas Jodi.
Menanggapi berbagai pernyataan tersebut, Rachmad Gobel mengatakan, pihaknya sebagai lembaga kontrol kebijakan pemerintah menanggapi serius seluruh masukan yang disampaikan oleh pakar dan pelaku industri tersebut. Persoalan ini harus dibicarakan secara intensif dengan pemerintah maupun BUMN untuk menemukan jalan keluar yang lebih efektif agar upaya pemulihan ekonomi bisa lebih cepat di lakukan.
Perlu dibicarakan apa yang menjadi kesulitan kementerian/lembaga, maupun BUMN melaksanakan instruksi Presiden untuk memberi preferensi pada produk industri domestik. Apakah karena persoalan teknis, persoalan kontrak yang sudah terjadi sejak lama, ataukah produk lokal memang tidak bisa mendapat peran penting dalam berbagai proyek strategis dan infrastrukur pemerintah.
“Tanpa ada keberpihakan untuk menyelamatkan dan menyerap produk dalam negeri jelas peningkatan TKDN dan pendalaman industri tidak akan terjadi. Sampai kapanpun kita akan mengalami ketergantungan pada produk impor,†kata Rachmad.Â
Rachmad Gobel sendiri mengakui, dalam berbagai kunjungan kerjanya ke pusat-pusat industri keluhan soal pelaksanaan pengadaan barang pemerintah dan BUMN ini sering dikeluhkan para pelaku industri. “Saya harap, berbagai persoalan ini harus segera ditanggapi oleh Presiden Jokowi agar niat membangun industri nasional yang kuat bisa terealisasi dengan baik,†tegas Rachmad.(rls/red).